PPATK Kumpulkan Pengganti Kerugian Negara Rp17,38 Triliun Sejak 2018
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustivandana dalam acara PPATK 3rd Legal Forum

Bagikan:

JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membantu penerimaan negara sepanjang 2018-2020 melalui pemanfaatan hasil pemeriksaan dan denda sebesar Rp10,85 miliar, uang pengganti kerugian negara Rp17,38 triliun serta sejumlah aset yang disita.

“Kami akan terus membantu Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang hampir tiap hari menyampaikan informasi kepada kami untuk mendapat hasil analisis terkait pengungkapan kasus di bidang perpajakan,” Kata Kepala PPATK Ivan Yustivandana dalam acara PPATK 3rd Legal Forum di Jakarta, Kamis 31 Maret.

Sementara untuk penyampaian hasil analisis PPATK pada 2021 terkait kasus pidana korupsi juga berkontribusi pada pemasukan bagi keuangan negara dalam bentuk denda sebesar Rp1 miliar serta uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp20,96 miliar dan 77 ribu dolar AS.

Ivan menjelaskan tindak pidana korupsi dan tindak pidana di bidang perpajakan merupakan tindak pidana asal dari tindak pidana pencucian uang.

Berdasarkan hasil penilaian risiko nasional di bidang pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pemberantasan terorisme 2021, menetapkan korupsi sebagai salah satu tindak pidana yang berisiko tinggi dan diikuti dengan tindak pidana bidang perpajakan.

Meski demikian, Ivan memastikan aturan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme telah dibangun melalui penerapan UU 15/2002 sebagaimana telah diubah menjadi UU 25/2003 yang kemudian diamandemen menjadi UU 8/2010.

Penerapan Undang-Undang tersebut dinilai mampu mendisrupsi aktivitas pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi dan tindak pidana bidang perpajakan termasuk pajak karbon.

Ivan menegaskan disrupsi pencucian uang melalui gerakan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme di Indonesia dapat berjalan efektif dan optimal apabila dilakukan secara bersinergi dan solid antara sektor publik dan privat.

Sinergi dengan instansi penegak hukum juga perlu dioptimalisasikan dalam rangka asset recovery dan penyelamatan aset negara dari tindak pidana korupsi, tindak pidana di bidang perpajakan dan tindak pidana pencucian uang.

Ivan berharap melalui gerakan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme pada 2022 dapat mendukung optimalisasi penerimaan negara serta mendisrupsi upaya kebocoran penerimaan negara akibat aktivitas pencucian uang dari tindak pidana korupsi dan tindak pidana bidang perpajakan.

“PPATK meyakini bahwa upaya kolaborasi ini dapat menjadi success story bersama antara sektor publik dan privat dalam melakukan penyelamatan asset recovery,” tegas Ivan.