Kemarahan Jokowi ke Menteri soal Impor Dinilai Karena Frustrasi
Presiden Jokowi/Foto: Setkab

Bagikan:

JAKARTA - Kemarahan dan kejengkelan Presiden Joko Widodo terhadap menteri yang masih melakukan kebijakan impor barang menjadi pertanyaan publik. Pasalnya, kegiatan impor oleh pemerintah sudah terjadi sejak ia menjabat di periode pertama, tapi presiden baru mengeluarkan amarahnya.

Direktur Eksekutif Indostrategic, Akhmad Khoirul Umam, menilai kemarahan tersebut merupakan sikap frustasi Jokowi lantaran kabinetnya tidak bisa menerjemahkan apa yang dia inginkan. Diketahui, Presiden Jokowi pernah menggelorakan untuk menggunakan dan mencintai produk dalam negeri. 

"Jokowi seperti frustasi dengan pemerintahannya, karena tak sesuai visi," ujar Umam dalam keterangannya, Senin, 28 Maret. 

Umam mengatakan, karena para pembantunya itu tak mampu jalankan visi, maka besarnya APBN untuk belanja barang justru tidak mampu menghasilkan multiplier effect. Justru kata dia, yang terjadi malah hanya mafia impor yang meraup keuntungan.

"Yang diuntungkan hanya para mafia pengadaan barang impor, yang umumnya terdiri atas oknum pemerintahan, politisi dan pengusaha," kata Dosen Universitas Paramadina ini.

Umam menduga praktik mafia impor, besar kemungkinan terjadi sudah lama. Termasuk, dalam pembangunan proyek infrastruktur yang menelan biaya dan hutang sangat besar.

Umam menambahkan, terbukanya kran mafia impor itu menguat karena selama 7 tahun pemerintahan Jokowi sebelum pandemi, pertumbuhan ekonomi hanya terjebak di angka 5 persen per tahun.

"Kondisi ini sangat jauh dari janji politik Jokowi saat Pilpres yang menyatakan pertumbuhan ekonomi bisa menyetuh 7-8 persen," pungkasnya. 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo kesal lantaran instansi pemerintah masih membelanjakan anggaran untuk produk impor. Padahal, pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam negeri masih bisa memproduksi barang yang dibutuhkan para instansi. 

Jokowi pun secara terbuka menyindir Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian yang masih doyan impor barang, padahal produksinya ada di dalam negeri.