Anggota DPD: Pemekaran Wilayah Teknis Birokratis, Dahulu Jika Wilayah Sudah Berkembang
Anggota DPD Abdul Kholik (kanan) saat Diskusi Kelompok Terpumpun "Pemekaran Provinsi Banyumas Raya Dalam Perspektif Akademis" di UMP, Banyumas. (ANTARA/Sumarwoto)

Bagikan:

BANYUMAS - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Abdul Kholik mengungkapkan pemekaran suatu wilayah merupakan hal teknis birokratis. Awalnya dilakukan pemerintah melihat dari berkembangnya suatu wilayah.

"Saya menegaskan bahwa sesungguhnya pemekaran itu aslinya adalah hal teknis birokratis. Dulu itu desain-nya kalau suatu kabupaten atau provinsi sudah berkembang maka disiapkan, Purwokerto salah satunya sebenarnya menjadi Kotatif (Kota Administratif) untuk siap-siap menjadi DOB (Daerah Otonomi Baru)," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa siang 29 Maret.

Abdul Kholik mengatakan hal itu saat membuka Diskusi Kelompok Terpumpun (Focus Group Discussion/FGD) "Pemekaran Provinsi Banyumas Raya Dalam Perspektif Akademis" yang diselenggarakan oleh DPD bekerja sama dengan Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP).

Oleh karena adanya proses reformasi, kata dia, masalah pemekaran wilayah berubah dari teknis birokratis menjadi dominan politis dan kemudian ada berbagai dinamika.

Kendati demikian, dia mengakui kasus Purwokerto yang disiapkan untuk dimekarkan dari Kabupaten Banyumas menjadi menarik karena Jateng tergolong agak sedikit pasif dalam hal pemekaran.

Dengan demikian, hingga saat ini Kabupaten Banyumas punya dua pengadilan negeri, dua kejaksaan negeri, dan dua pengadilan agama.

"Jadi ini istimewa, tidak ada kabupaten/kota yang seperti ini. Itu karena tadi, gagal melampaui fase (pemekaran). Nah, sebenarnya karena teknis birokratis, maka yang paling menarik kalau kita mencoba mengurai, kita mulai dari akademis," tuturnya.

Oleh karena itu, kata dia, pembahasan materi pemekaran dimulai dari kampus dan diharapkan akan terus bergulir setelah putaran pertama di UMP, selanjutnya di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Universitas Islam Negeri (UIN) Prof. KH. Saifuddin Zuhri, dan seterusnya.

Sementara saat menyampaikan materi mengenai pemekaran Provinsi Banyumas Raya, Abdul Kholik mengatakan Jateng bersama Jawa Barat dan Jawa Timur merupakan tiga daerah dengan populasi terbesar.

"Keberhasilan pembangunan di tiga daerah ini akan sangat memengaruhi keberhasilan pembangunan secara nasional, dan demikian juga sebaliknya," ujarnya.

Terkait dengan prospek pemekara Provinsi Banyumas Raya atau Jawa Tengah bagian selatan, dia mengatakan sejalan dengan kebutuhan pengembangan poros ekonomi sebaiknya cakupan wilayah pemekaran-nya adalah Banyumas dan Kedu menjadi Jawa Selatan atau Jasela.

Hal itu berpotensi mengakselerasi pengembangan potensi ekonomi di wilayah selatan Jateng yang berbasiskan ekonomi pertanian, pariwisata, dan maritim.

Dalam hal ini, potensi ekonomi maritim di Pantai Selatan Jawa mencapai 1,5 triliun dolar Amerika Serikat per tahun yang setara dengan tujuh kali APBN 2021, 45 juta lapangan kerja, dan multiplier effect sangat luas.

"Ini berpotensi menyeimbangkan pembangunan di Jateng, baik di kawasan utara, selatan, dan fokus penanganan permasalahan yang dihadapi serta solusi-nya. Juga sinergi dan kolaborasi antardaerah di kawasan Jateng selatan agar tercipta efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan sumber daya dan program pembangunan," papar Kholik.

Saat ditemui di sela diskusi, Rektor UMP Dr. Jebul Suroso mengatakan pihaknya bekerja sama dengan DPD RI ingin mengkaji potensi Banyumas Raya untuk dimekarkan menjadi provinsi.

"Hemat saya selaku akademisi, secara manajemen itu baik dari sisi input, output, dan prosesnya saya pikir akan sangat memadai. Berawal dari pemikiran sederhana bahwa ketika akses ke pimpinan tertinggi atau ke pusat itu mengalami hambatan, maka menurut hemat kami berkembangnya suatu wilayah itu akan terhambat," ucapnya.

Oleh karena itu, kata dia, ketika akses menuju ke pusat regulasi, fasilitasi, dan pengambilan keputusan yang cepat didekatkan, dapat mengatasi masalah kemiskinan, terhambat-nya pendidikan, dan tidak majunya wilayah.

Akan tetapi hal itu masih sebatas pembahasan, sehingga pihaknya mengundang para akademisi tidak hanya dari UMP juga dari perguruan tinggi lain untuk berdiskusi.

"Ending-nya apa? Bukan sepakat atau tidak sepakat, tetapi ending-nya adalah gagasan ini perlu dikeluarkan, perlu disampaikan, agar masyarakat itu pun bisa paham, oh ada kehendak seperti ini. Pemerintah pun bisa perhatian bahwa ada elemen masyarakat yang punya kehendak ke sana," kata Rektor.

Dia mengatakan perkara ada yang setuju atau tidak setuju, itu adalah tinjauan masing-masing. Akan tetapi pihaknya selaku akademisi berpikir lurus bahwa kemajuan barangkali harus diciptakan melalui gagasan-gagasan para akademisi yang komprehensif.