Lab Vibrastik ITS Surabaya Pamerkan Boneka Pengukur Tingkat Kebisingan
Penanggung jawab acara World Hearing Day Regional Indonesia, Dr. Dhany Arifianto saat menjelaskan boneka pengukur kebisingan bernama Jolene. ANTARA/HO-Humas ITS.

Bagikan:

SURABAYA - Laboratorium Vibrasi dan Akustik (Vibrastik) Departemen Teknik Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya memperkenalkan boneka pengukur tingkat kebisingan bernama Jolene.

Kegiatan ini memperingati Hari Pendengaran se-Dunia pada Maret 2022. Perkenalan boneka Jolene dilakukan bersama Departemen Ilmu Kesehatan THT-Kepala Leher Universitas Airlangga (Unair), Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soetomo Surabaya, Perhimpunan Dokter THT-Kepala Leher (Perhati-KL) Cabang Jawa Timur Utara, dan didukung oleh World Health Organization (WHO).

"Berdasarkan World Report on Hearing oleh WHO pada 2021, disoroti peningkatan jumlah orang yang hidup dalam risiko mengalami gangguan pendengaran," ujar Steering Committee Jolene Regional Indonesia, Dr. dr. Nyilo Purnami dilansir Antara, Senin, 28 Maret.Menurutnya, hal ini dapat dipicu oleh paparan kebisingan dalam intensitas waktu di luar batas yang dianjurkan.

"Gangguan pendengaran akibat kebisingan ini bersifat permanen sehingga perlu adanya tindakan pencegahan," katanya.

Upaya pencegahan gangguan pendengaran dapat dilakukan dengan mengadaptasi kebiasaan mendengar yang baik, salah satunya dengan memantau ambang batas kebisingan.

Penanggung jawab acara World Hearing Day Regional Indonesia, Dr. Dhany Arifianto menyebut dengan mengetahui level bunyi di sekitar kita, dapat dilakukan beberapa tindakan seperti mulai membatasi volume audio hingga menggunakan pelindung telinga seperti earplug di area bising.

"Jolene dirancang untuk membaca level audio yang didengar pengguna," tuturnya.

Dhany juga memaparkan cara penggunaan Jolene. Pertama, mikrofon yang diletakkan dalam telinga akan menangkap bunyi di sekitarnya.

Selanjutnya, tangkapan audio akan dibaca oleh Sound Level Meter (SLM) yang sudah terhubung dengan mikrofon.

"Alat SLM inilah yang membaca tingkat kebisingan sekitar," kata Kepala Pusat Penelitian Internet of Things dan Teknologi Pertahanan ITS itu

- https://voi.id/berita/150570/16-teroris-nii-gunakan-anak-anak-untuk-rekrut-anggota

- https://voi.id/berita/150538/anggaran-ganti-gorden-rumah-jabatan-dpr-di-kalibata-rp48-7-m-sufmi-dasco-itu-usulan-sekjen-karena-keluhan-anggota

- https://voi.id/berita/150467/di-depan-gibran-ketum-pan-tegas-bilang-usulan-penundaan-pemilu-2024-urusan-partai-jangan-salahkan-jokowi

[/see_also]

Dosen Departemen Teknik Fisika ITS ini melanjutkan, level audio berupa nilai desibel (dBA) yang terbaca pada alat, selanjutnya diidentifikasi tingkat durasi yang aman untuk mendengarkan dengan kekuatan bunyi tersebut.

"Membatasi durasi waktu dari paparan suara bising mampu menyelamatkan pendengaran jangka panjang," katanya.

Durasi yang aman ini dapat ditentukan melalui tabel standarisasi nasional yang mencakup durasi dan tingkat kebisingan. Contoh pembacaannya ialah tingkat kebisingan yang terbaca sebesar 120 dBA pada SLM ini aman didengarkan dengan durasi tidak lebih dari 10 menit.

"Tingkat volume mendengarkan musik yang ideal sendiri ialah 60 persen dari batas maksimum selama 60 menit per hari," tuturnya.

Dhany berharap, ke depannya Jolene dapat diterapkan di fasilitas publik untuk mengukur tingkat kebisingan di tempat umum.

"Semoga dengan berkembangnya Jolene di kalangan masyarakat, kepedulian masyarakat akan aktivitas mendengar yang aman dapat semakin meningkat," katanya.