Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pemanggilan terhadap Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief bukanlah kabar bohong atau hoaks.

Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan surat pemanggilan sudah dikirimkan sejak 23 Maret lalu dan diterima sehari setelahnya, 24 Maret. Dia mengatakan surat itu dikirimkan ke kediaman Andi Arief yang beralamat di kawasan Cipulir, Jakarta Selatan.

"Hari ini benar kami memanggil saksi atas nama Andi Arief. Di data kami memang tertulis wiraswasta dan Wasekjen Partai Demokrat," kata Ali kepada wartawan di Jakarta, Senin, 28 Maret.

"Kami sudah telusuri juga surat pemanggilan terhadap yang bersangkutan tertanggal 23 Maret 2022 dan sudah diterima di tanggal 24. Alamat yang kami miliki ada di Cipulir," imbuh dia.

Ali mengatakan jika Andi ternyata belum menerima surat, dia bisa melakukan konfirmasi ulang. Sehingga, nantinya penyidik bisa melakukan pemanggilan kembali.

Lebih lanjut, KPK menegaskan tak ada maksud lain di balik pemanggilan Andi Arief. Ali menegaskan, Andi memang dipanggil sebagai saksi untuk membuat terang dugaan suap yang menjerat Bupati Penajam Paser Utara (PPU) nonaktif Abdul Gafur Mas'ud.

"Kami ingin juga sampaikan bahwa tentu tim penyidik KPK memanggil pihak-pihak sebagai saksi karena ada kebutuhan proses penyidikan, yang diharapkan dengan keterangan saksi maka perbuatan dari para tersangka ini akan semakin jelas dan terang," ujar Ali.

Jika Andi merasa tak ada kaitannya dengan kasus ini, sambung Ali, harusnya hal tersebut bisa disampaikannya secara kooperatif. Keterangan itu bisa disampaikan di hadapan penyidik.

"Silakan kooperatif hadir, kemudian sampaikan langsung di hadapan teman-teman tim penyidik sehingga menjadi jelas juga apa yang kemudian ingin dia sampaikan setelah kemudian kami panggil sebagai saksi tentunya," tegasnya.

"Prinsipnya tentu kami berharap siapapun ketika dipanggil oleh tim dari KPK kooperatif hadir memenuhi pangilan dan sampaikan apa yang dia ketahui, dia rasakan, dia alami di hadapan tim penyidik tentunya," tambah Ali.

Diberitakan sebelumnya, Andi Arief menuding Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri telah salah bicara perihal pemanggilan dirinya sebagai saksi dalam kasus dugaan suap yang menjerat Abdul Gafur Mas'ud. Politikus Partai Demokrat ini juga mengaku tak mendapat surat panggilan dari komisi antirasuah.

"Apakah saya dipanggi hari ini sakai kasus Gratifikasi Bupati Panajam Utara? Pertama mana surat pemanggilan saya," kata Andi seperti dikutip dari akun Twitter miliknya @Andiarief__ pada Senin, 28 Maret.

Selain itu, dia mengaku heran kenapa tiba-tiba dihubungkan dengan kasus suap tersebut. Andi lantas mempertanyakan apa maksud dari pemanggilan tersebut.

Bahkan, politikus Partai Demokrat itu justru memanggil balik Ali Fikri ke DPP Partai Demokrat secara resmi.

"Jubir KPK salah bicara atau sengaja perlakukan saya seperti ini? Saya akan panggil jubir KPK resmi ke DPP," tegasnya.

Tak sampai di sana, Andi juga menuntut permohonan maaf dari Ali Fikri karena telah menyebarkan hoaks dan tak profesional sehingga merugikan dirinya.

Kemudian, masih dikutip dari Twitternya, Andi mengaku sudah melapor pada anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat.

Dia meminta koleganya yang jadi legislator untuk memanggil Ali Fikri selaku Plt Juru Bicara KPK demi menjelaskan motif pengumuman, yang dianggap Andi, sebagai berita yang tak benar atau hoaks.

"Saya sudah lapor anggota Komisi 3 DPR partai Demokrat untuk memanggil Jubir KPK dan apa motifnya umumkan sembarangan berita salah," ujarnya.

Sebagai informasi, KPK menetapkan Abdul Gafur bersama Plt Sekda Kabupaten Penajam Paser Utara Mulyadi; Kepala Dinas PU dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara Edi Hasmoro; Kepala Dinas Bidang Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara Jusman; dan Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan, Nur Afifah Balqis sebagai penerima suap.

Sementara sebagai tersangka pemberi suap, KPK menetapkan seorang dari pihak swasta bernama Achmad Zudi. Keenam orang ini ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta pemberian izin di Kabupaten Penajam Paser Utara.

Penetapan mereka diawali dari operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar pada Rabu, 12 Januari di dua lokasi yaitu Jakarta dan Kalimantan Utara. Dari hasil penindakan tersebut, KPK turut menyita uang Rp1 miliar dan Rp447 juta di dalam rekening milik Balqis.