Saat KPK Menjawab Novel Baswedan yang Tawarkan Bantuan Mencari Harun Masiku
Novel Baswedan/Foto: VOI

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons pernyataan mantan penyidiknya, Novel Baswedan yang mengaku pernah menawari batuan untuk mencari eks calon legislatif (caleg) PDIP, Harun Masiku. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto mengatakan dia tak pernah mendengar langsung permintaan itu.

Melalui akun YouTubenya, Novel Baswedan mengatakan dia pernah menawarkan bantuan untuk mencari Harun Masiku. Harun merupakan tersangka penyuap eks komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan yang hingga saat ini belum diketahui keberadaannya.

Tawaran ini diberikan karena KPK hingga saat ini belum berhasil menangkap Harun. Padahal, dia sudah buron sejak 2020 lalu.

"Buronan yang berkali-kali disebut bahkan orang sering mendengar nama Harun Masiku, contohnya, itu justru tidak dicari. Bahkan kami pun beberapa kali menawarkan mau kami bantu? Semoga tidak lama kita dapat," kata Novel dikutip dari akun YouTubenya.

Hanya saja, tawaran itu, seakan dianggap angin lalu oleh KPK. Sebab, Novel mengaku tak ada respons yang diberikan terkait tawaran itu.

"Tapi tidak ada juga respons (terkait tawaran bantuan mencari Harun, red)," tegasnya.

Menanggapi pernyataan itu, Karyoto menyatakan tak pernah mendengar langsung tawaran langsung dari Novel untuk mencari Harun Masiku. Dia bilang, Novel sebenarnya punya nomor telepon genggam dan bisa langsung menghubunginya jika ingin membantu.

"Teman saya Novel, mengatakan pernah menawarkan untuk berkolaborasi (mencari Harun Masiku, red). Saya selaku penanggung jawab penindakan dan eksekusi, saya tidak pernah dengar kata-kata itu ke saya padahal dia punya nomor telepon saya," kata Karyoto dalam tayangan YouTube KPK RI.

Karyoto menegaskan KPK terbuka dengan bantuan yang diberikan siapapun untuk menangkap buronan mereka, termasuk dari Novel Baswedan. "Kalau memang mau menawarkan, silakan. Kami membuka pintu kalau memang mau berkolaborasi," tegasnya.

"Infonya (yang, red) saya (anggap, red) sangat penting. Enggak usah tenaga, kita banyak tapi infonya," imbuh Karyoto.

Lebih lanjut, Karyoto memastikan KPK terus melakukan pencarian terhadap Harun Masiku serta buronan KPK lainnya yaitu Surya Darmadi yang merupakan buronan sejak 2019; Izil Azhar buron sejak 2018; dan Kirana Kotama yang buron sejak 2017. Hanya saja, pencarian itu memang dilakukan secara senyap.

"Kalau kita mau mencari DPO kan kita enggak teriak-teriak kemana-mana. Kalau teriak sama saja dia kabur dong," ujarnya.

Sebagai pengingat, KPK menetapkan Harun Masiku sebagai tersangka pemberi suap terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan sejak Januari 2020. Penyuapan ini dilakukan agar dia mendapatkan kemudahan duduk sebagai anggota DPR RI melalui pergantian antar waktu atau PAW.

Pelarian Harun bermula saat KPK melakukan operasi tangkap tangan soal perkara ini pada 8 Januari 2020. Dalam operasi senyap itu, KPK menetapkan empat tersangka yaitu Harun Masiku, Wahyu Setiawan, eks Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan Saeful Bahri.

Hanya saja, Harun yang tak terjaring OTT tak diketahui keberadaannya. Dia dikabarkan lari ke Singapura dan disebut telah kembali ke Indonesia.

Adapun kasus ini bermula dari meninggalnya caleg PDIP yang bernama Nazarudin Kiemas. Selanjutnya, pada Juli 2019, partai berlambang banteng itu mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara ke Mahkamah Agung (MA).

Pengajuan itu lantas dikabulkan dan sebagai penentu pengganti antar waktu (PAW), partai berlambang banteng itu kemudian mengirimkan surat pada KPU untuk menetapkan Harun sebagai pengganti Nazarudin.

Hanya saja, KPU justru menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti saudara ipar Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang telah meninggal dunia itu. Jelas alasannya, perolehan suara Riezky berada di bawah Nazarudin atau di posisi kedua untuk Dapil Sumatera Selatan I.

Lobi-lobi kemudian dilakukan agar Harun bisa menjadi anggota legislatif. Melihat celah itu, Wahyu Setiawan sebagai komisioner KPU menyebut siap membantu asalkan ada dana operasional sebesar Rp900 juta dan transaksi pun dilakukan dalam dua tahap di pertengahan dan akhir bulan Desember 2019.