Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah memastikan akan tetap melaksanakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2020. Meski keputusan tersebut diwarnai dengan permintaan berbagai elemen masyarakat untuk menunda perhelatan pesta demokrasi tersebut.

Staf Khusus Menteri Dalam Negeri bidang Politik dan Media Kastorius Sinaga angkat bicara mengenai alasan mengapa pemerintah tetap melaksanakan pilkada di tengah wabah COVID-19. Ia mengatakan, hal ini karena fakta dan data yang dimiliki pemerintah bahwa perhelatan pesta demokrasi ini akan berhasil.

Apalagi, kata Kastorius, pemerintah telah berhasilan melaksanaan tahapan ke-7 yaitu pencocokan dan penelitian (coklit) data calon pemilih yang dilakukan secara door to door atau pendataan secara langsung dari rumah ke rumah, tidak menimbulkan klaster baru penyebaran COVID-19.

"Pencocokan data pemilih atas 105 juta pemilih itu protokol kesehatan dipatuhi, tidak ada klaster baru. Dari 270 daerah itu tidak ada kasus baru pada saat tahapan coklit pencocokan dan penelitian data, itu sukses besar. Di situ lah kita optimis," tuturnya, dalam diskusi virtual Polemik bertajuk "Pilkada di Tengah Pandemi", Sabtu, 26 September.

Kasorius mengakui, pada saat pendaftaran di tanggal 4 hingga 6 September ada pelanggaran yang dilakukan oleh peserta pilkada. Namun, kata dia, dari total bakal pasangan calon (bapaslon) hanya 243 yang melanggar. Artinya, jauh lebih banyak yang tertib protokol kesehatan COVID-19.

"Ditanggal 18 September jumlah bapaslon kita 740, di 270 wilayah pilkada. Melanggar 243, yang ditegor keras langsung oleh Mendagri 72 mereka yang petahana. Nah ada distorsi di sini 500 bapaslon tertib, 243 titak tertib," katanya.

Menurut Kastorius, pelanggaran bapaslon karena melakukan pendaftaran ke KPU dengan menyertakan arak-arakan hingga gerakan massa mungkin disebabkan oleh ketidaktahuan mengenai atauran yang baru.

"Ada satu kemungkinan bahwa mereka tidak tahu tentang aturan terkait, dan lalu masih melihat bahwa pendaftaran paslon itu bisa diikuti dengan arak-arakan atau konvoi. PKPU yang memuat larangan penggerakan massa ini disahkan tanggal 1 September. Ada yang memang tahu dan bandel, nah itu yang sedang kita periksa," tuturnya.

Lebih lanjut, Kastorius mengatakan, untuk 72 petahana yang melakukan pelanggaran telah mendapat teguran keras dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Saat ini, pihaknya sedang melakukan pendalaman bagaimana pelanggarannya, apakah ringan atau berat.

"Bahkan kita ancam sanksi untuk ditunda pelantikannya, ditegur, bahkan diberhentikan. Kita memakai rujukan UU Pemerintah Daerah Nomor 23 Tahun 2014," jelasnya.

Kastorius mengatakan, pihaknya sempat khawatir pada tahap pengumuman penetapan calon peserta pilkada akan berakhir ricuh. Sebab, umumnya tahapan ini akan diwarnai dengan protes yang menyebabkan berkerumunnya massa.

"Yang kita anggap akan rawan yaitu 23 September kemarin ketika penetapan calon itu kan biasanya diwarnai pengerahan massa dan protes kepada KPU karena tidak lolos. Ternyata di dalam minitor kita kemarin lumayan bagus, hanya segelintir orang yang masih berkumpul dan itu tidak banyak. Artinya sudah mengarah pada yang positif," jelasnya.

Atas dasar data dan fakta ini, kata Kastorius, pemerintah berkeyakinan penyelenggaraan pilkada tahun ini dapat terselenggara dengan lancar, aman dan tertib meskipun belangsung di tengah pandemi COVID-19.

"Ini lah yang saya katakan come on ini okestrasi di mana kita harus bersama sama untuk menyukseskan pilkada aman COVID-19. Sudah bisa, kita ada datanya. Jangan kita mundur lagi. Sehingga keputusan kita itu didasarkan irasional dan emosional di atas fakta-fakta yang tidak mendukung," jelasnya.

Tak menampik, Kastorius mengakui, bahwa masih ada kekurangan yaitu penegakan hukum displin protokol kesehatan kurang. Karena itu, Mendagri mengeluarkan Intruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2020 yang mengintruksikan gubernur dan bupati untuk menerapkan penegakan hukum disiplin protokol kesehatan.

Bahkan, kata dia, aparat penegak hukum, Polri, TNI, Satpol PP, Binmas, dan seluruh elemen masyarakat itu setia menjaga agar masyarakat tertib protokol kesehatan COVID-19 agar bisa melaksanakan pilkada yang aman.

"Pilkada ini masa waktunya 6-7 bulan. Kalau separuh wilayah Indonesia ini kita sudah setiap hari kita ajari edukasi, sosialisasi lalu kita tertibkan protokol kesehatan maka kita akan menang melawan COVID-19," tuturnya.