Kecilkan Volume Anda, Ini Standar Global Pendengaran yang Aman untuk Telinga Anda Menurut WHO
Ilustrasi. (Unsplash/Tyler Clemmensen)

Bagikan:

JAKARTA - Orang-orang muda berisiko kehilangan pendengaran dari musik keras di tempat-tempat seperti klub malam dan konser, kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) saat mengeluarkan standar global baru untuk mendengarkan dengan aman.

Hampir 40 persen remaja dan dewasa muda berusia 12-35 tahun di negara-negara berpenghasilan menengah dan tinggi, terpapar pada tingkat suara yang berpotensi merusak di tempat-tempat seperti klub malam, diskotek dan bar, sebut WHO dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Reuters 20 Maret.

Direktur WHO untuk Departemen Penyakit Tidak Menular Bente Mikkelse mengatakan, risiko gangguan pendengaran meningkat karena sebagian besar perangkat audio, tempat dan acara tidak menyediakan opsi mendengarkan yang aman.

"Jutaan remaja dan anak muda berisiko kehilangan pendengaran karena penggunaan perangkat audio pribadi yang tidak aman dan paparan tingkat suara yang merusak di tempat-tempat seperti klub malam, bar, konser, dan acara olahraga," terang Direktur WHO untuk Departemen Penyakit Tidak Menular Dr. Bente Mikkelsen, dikutip dari UN News 21 Maret.

"Risikonya meningkat karena sebagian besar perangkat audio, tempat, dan acara tidak menyediakan opsi mendengarkan yang aman dan berkontribusi pada risiko gangguan pendengaran," tambahnya.

WHO juga mengatakan, mereka merekomendasikan pemantauan langsung tingkat suara dan menetapkan "zona tenang" di tempat-tempat tersebut.

Standar Global untuk mendengarkan dengan aman di tempat dan acara, menyoroti enam rekomendasi penerapan untuk memastikan, bahwa tempat dan acara membatasi risiko gangguan pendengaran bagi pelanggan mereka, sambil tetap mempertahankan suara berkualitas tinggi dan pengalaman mendengarkan yang menyenangkan.

Keenam rekomendasi tersebut secara garis besar:

  • Tingkat suara rata-rata maksimum 100 desibel.
  • Pemantauan langsung dan perekaman tingkat suara menggunakan peralatan yang dikalibrasi.
  • Mengoptimalkan akustik tempat dan sistem suara untuk memastikan kualitas suara yang menyenangkan dan mendengarkan dengan aman.
  • Membuat perlindungan pendengaran pribadi tersedia untuk audiens termasuk petunjuk penggunaan.
  • Akses ke zona tenang bagi orang untuk mengistirahatkan telinga dan mengurangi risiko kerusakan pendengaran.
  • Dan, pemberian pelatihan dan informasi kepada staf.

Rekomendasi baru ini merupakan tambahan dari pedoman yang dikeluarkan WHO pada tahun 2019, menguraikan bagaimana individu dapat membatasi kerusakan pendengaran karena terlalu lama terpapar musik keras pada perangkat seperti ponsel dan pemutar audio.

WHO memperingatkan, gangguan pendengaran karena suara keras bersifat permanen, menggarisbawahi paparan suara keras menyebabkan gangguan pendengaran sementara atau tinnitus (gangguan suara dering di telinga). Dan, paparan yang lama atau berulang dapat menyebabkan kerusakan pendengaran permanen, yang mengakibatkan gangguan pendengaran yang tidak dapat diperbaiki.

telinga
Ilustrasi. (Unsplash/Tyler Clemmensen)

Menyerukan agar standar global baru didukung, WHO mendorong pemerintah untuk mengembangkan dan menegakkan undang-undang untuk mendengarkan dengan aman dan meningkatkan kesadaran akan risiko gangguan pendengaran.

Selain itu, WHO juga menyarankan perubahan perilaku dapat dimotivasi oleh organisasi masyarakat sipil, orang tua, guru, dan dokter, yang dapat mendidik kaum muda untuk mempraktikkan kebiasaan mendengarkan yang aman.

"Pemerintah, masyarakat sipil dan entitas sektor swasta seperti produsen perangkat audio pribadi, sistem suara, dan peralatan video game serta pemilik dan pengelola tempat hiburan dan acara memiliki peran penting dalam mengadvokasi standar global baru," papar Asisten Direktur Jenderal WHO Dr. Ren Minghui.

"Kita harus bekerja sama untuk mempromosikan praktik mendengarkan yang aman, terutama di kalangan anak muda," pungkasnya.

Untuk diketahui, lebih dari 1,5 miliar orang di seluruh dunia hidup dengan gangguan pendengaran, dan menurut perkiraan baru-baru ini, jumlah ini dapat meningkat menjadi lebih dari 2,5 miliar pada tahun 2030. WHO memperkirakan bahwa 50 persen gangguan pendengaran dapat dicegah melalui tindakan kesehatan masyarakat.