Bagikan:

JAKARTA - Presiden Ukraina Volodymr menyerukan solidaritas pada Hari Kamis, menandai sebulan invasi Rusia, menyebut akan mengamati pertemuan para pemimpin negara aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Ketika korban kemanusiaan dari konflik terus meningkat, mengusir seperempat dari 44 juta penduduk Ukraina dari rumah mereka, Presiden Volodymyr Zelenskiy meminta orang-orang di seluruh dunia untuk turun ke jalan dan menuntut perang diakhiri.

"Datanglah dari kantor Anda, rumah Anda, sekolah dan universitas Anda, datang atas nama perdamaian, datang dengan simbol Ukraina untuk mendukung Ukraina, untuk mendukung kebebasan, untuk mendukung kehidupan," katanya dalam sebuah video pidato, melansir Reuters 24 Maret.

Presiden Zelensky mengatakan, dia mengharapkan 'langkah serius' dari sekutu Barat. Dia mengulangi seruannya untuk zona larangan terbang dan mengeluh Barat tidak memberi Ukraina pesawat, sistem anti-rudal modern, tank, atau senjata anti-kapal.

"Pada tiga KTT ini kita akan melihat siapa teman kita, siapa mitra kita dan siapa yang menjual kita dan mengkhianati kita," tegasnya dalam video Kamis pagi.

Diketahui, Presiden Amerika Serikat Joe Biden telah tiba di Brussel untuk pertemuan NATO, G7 dan Uni Eropa mengenai konflik yang dimulai pada 24 Februari dan telah menyebabkan lebih dari 3,6 juta pengungsi meninggalkan negara itu.

Kunjungan Presiden Biden juga dapat menyoroti perselisihan dengan sekutu Eropa, beberapa di antaranya sangat bergantung pada minyak dan gas Rusia, mengenai apakah akan memberlakukan sanksi energi lebih lanjut.

Masalah ini telah menjadi topik 'substansial' dan subjek 'intens bolak-balik' dalam beberapa hari terakhir, penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan kepada wartawan.

Dikatakannya, Amerika Serikat berencana untuk mengumumkan lebih banyak sanksi terhadap tokoh politi dan oligarki Rusia pada hari ini, dengan para pejabat akan berbicara lebih banyak pada hari Jumat tentang masalah energi Eropa.

Untuk diketahui, Presiden Vladimir Putin pada Hari Rabu mengatakan Moskow berencana untuk mengalihkan penjualan gas yang dibuat ke negara-negara 'tidak ramah' menggunakan rubel, menyebabkan harga gas Eropa melonjak di tengah kekhawatiran langkah itu akan memperburuk krisis energi di kawasan itu.