BULELENG - Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Buleleng, Bali, Dewa Ketut Suardipa mengatakan syarat tes swab PCR ketiga menjadi pertanyaan bagi travel agent. Tes PCR sampai tiga kali dianggap memberatkan bagi wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Pulau Dewata.
PHRI Buleleng mengusulkan agar turis asing yang datang ke Bali cukup dua kali tes PCR yaitu di negara asalnya dan saat tiba di Pulau Bali.
"Tentunya ada beberapa masukan. Pertama, ini ada salah satu travel agent dari Denmark anggota kami yang menyampaikan dan ada beberapa teman-teman," kata Suardipa, saat dihubungi, Senin, 21 Maret.
Pihaknya sangat menghargai protokol kesehatan apalagi, hotel di Bali sudah diwanti-wanti memiliki sertifikat program CHSE. Hal itu, menjadi sebuah syarat agar bisa menerima wisatawan.
"Untuk masalah PCR itu diberikan masukkan dan saran. Bukannya kami tidak setuju, kami tetap setuju namanya protokol kesehatan karena hal itu utama. Cuma, kenapa masih ada PCR ketiga. Wisatawan datang ke Indonesia dan sebelumnya mereka di negaranya sudah di PCR hasilnya negatif, bisa terbang ke Indonesia khususnya ke Bali," imbuhnya.
Wisman setelah dua kali melakukan tes PCR yakni saat di negaranya dan setelah sampai di Bali. Mereka kembali di tes PCR sampai di hotel di hari ketiga dan itu menjadi pertanyaan bagi para wisman dan menurutnya hal itu tidak perlu karena wisman sudah dua kali tes PCR dan hasilnya negatif.
"Jadi ada PCR ketiga. Setelah di Bali dia stay ada (lagi) di PCR. Kan ada di persyaratan itu. Jadi, dia setelah tiba di Bali dia PCR negatif, terus dia datang ke hotel, di hotel itu di hari ketiga di PCR lagi. Iya sedikit (memberatkan) dan menjadi pertanyaan PCR ketiga. Mereka kan sudah divaksin sampai vaksin kedua sesuai persyaratan," terangnya.
BACA JUGA:
Hal tersebut juga dikeluhkan oleh wisman. Sebab mereka harus melakukan tes PCR lagi saat kembali ke negaranya.
"Nanti baliknya (ke negaranya) tes PCR lagi dia. Aslinya empat kali tes PCR. Usulannya iya dua kali dia sudah negatif. Kalau ada syarat berlebihan kan menjadi ragu-ragu. Di mana persaingan pariwisata lainnya kompetitor kita tidak seperti itu," ujarnya.
"Akhirnya dia memilih (pariwisata di negara lain), orang travelling terlalu banyak aturan. Kayak kemarin visa on arrival dipermainkan, terus kemudian karantina dan sebagainya kan akhirnya wisatawan belum booking. Tetapi kalau itu sudah diubah kenyataannya sudah ada sekarang," jelasnya.