Bagikan:

PALEMBANG - Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan (BKSDA Sumsel) memusnahkan dengan cara dibakar sebanyak 18 hewan dilindungi yang diawetkan (opsetan).

Kepala BKSDA Sumsel Ujang Wisnu Barata di lokasi pemusnahan mengatakan, 18 hewan yang diawetkan tersebut merupakan hasil operasi penyitaan dan serahan secara sukarela dari masyarakat di Sumsel dalam rentang waktu selama 2016 hingga 2021.

Masing- masing hewan yang diawetkan itu terdiri dari empat ekor Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), satu ekor Macan tutul Jawa/Kumbang (Panthera pardus melas), tujuh ekor Kepala Rusa Sambar (Rusa unicolor).

Kemudian, empat ekor Beruang Madu (Helarctos malayanus), satu ekor Kepala Kambing Hutan Sumatera (Capricornis sumatraensis), dan satu ekor Macan Dahan (Neofelis nebulosa).

“Sebanyak 15 opsetan didapat dari penyerahan secara sukarela dari warga di Palembang, Lubuk Linggau, Lahat, OKI dan Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum KLHK Sumsel, dan tiga ekor opsetan berasal dari warga di Palembang melalui penyidikan yang sudah Inkrah,” kata dia dikutip Antara, Jumat, 18 Maret.

Menurut Ujang, BKSDA mengharapkan melalui pemusnahan tersebut dapat mengedukasi masyarakat untuk tidak memiliki, menyimpan ataupun menjual belikan hewan dilindungi yang diawetkan karena dilarang dan bisa dikenakan pidana penjara serta denda ratusan juta rupiah.

Aturan tersebut merujuk dalam Undang-undang (UU) nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP nomor 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dan PP nomor 8 tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar.

“Opsetan (hewan dilindungi yang diawetkan) tidak boleh dimanfaatkan di luar kepentingan pendidikan, peragaan dan penelitian serta pengembangan ilmu pengetahuan. Jadi kami harap untuk siapa pun yang masih memiliki, atau mengetahui adanya penyimpanan untuk segera menyerahkannya ke BKSDA/aparat kepolisian,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Spesies dan Genetik (KKHSG) Ditjen KSDAE Indra Expoitasia mengatakan, Sumsel yang sebagian besar wilayahnya masih merupakan hutan hujan tropis yang tentu memiliki keanekaragaman satwa dilindungi.

“Sehingga dibutuhkan komitmen bersama untuk menjaganya karena sangat rentan dari ancaman tindak kejahatan perburuan liar,” kata dia.

Menurutnya, penjagaan yang dimaksud tersebut bukan hanya sebatas memasifkan pengawasan di lapangan seperti patroli-patroli namun, juga perlu mengawasi aktivitas hilirisasinya yaitu jual beli satwa yang dilindungi secara daring.

“Sebab dari banyak kasus yang ditemukan, aktivitas jual beli hewan dilindungi baik hidup ataupun sudah diawetkan merambah secara daring, dan menyentuh pasar global. Mungkin itu juga harus diperhatikan ke depannya, sehingga pengungkapan kasus bisa sampai ke bandarnya juga dan bisa dihentikan,” ujarnya.