Bagikan:

JAKARTA - Label halal baru yang diterbitkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH) Kementerian Agama menuai kontroversi. Logo halal baru berwarna ungu tersebut bukan saja dianggap terjerumus dalam budaya kearifan lokal budaya Jawa, tapi juga dinilai tak mencerminkan keislaman.

Bahkan selain tak bisa dibaca jelas, tulisan Arab itu justru terbaca halaaka yang artinya malapetaka.

Menanggapi polemik ini, Anggota Komisi VIII DPR Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid (HNW) menyarankan agar logo halal baru yang dikeluarkan Kemenag kembali menggunakan logo halal Majelis Ulama Indonesia (MUI).

"Di dalam Undang-Undang JPH tidak ada perintah untuk mengubah secara radikal terhadap logo yang ada. Itu enggak ada. Karenanya, yang bijak adalah lanjutkan yang sebelumnya," ujar Hidayat di Jakarta, Jumat, 18 Maret. 

Apalagi, lanjut Hidayat, pembahasan terkait perubahan logo halal itu juga tidak melibatkan DPR sebagai mitra kerja Kemenag. Padahal, sosialisasi logo baru tersebut menggunakan anggaran yang perlu persetujuan parlemen.

"Semestinya Kemenag ketika melakukan perubahan ini tentunya dibawa juga ke DPR, dibahas dengan DPR, tetapi ini tidak pernah dibahas dengan DPR. Sosialisasi (logo halal baru) ini kan perlu anggaran dan sebagainya," jelas Hidayat yang akrab disapa HNW itu.Â

Wakil Ketua MPR itu mengatakan, logo halal di banyak negara mencantumkan tulisan halal dalam bahasa Arab dengan khot naskhi yang sangat jelas sehingga orang mudah menemukan dan melihat bacaan halal. Sedangkan warna hijau adalah warna yang telah dipahami secara umum sebagai simbol warna umat Islam.

"Tetapi logo yang sekarang tidak mudah dibaca, juga tidak lazim. Apalagi warnanya ungu yang tidak secara umum dipahami sebagai simbol agama Islam. Maka saya berharap agar polemik ini segera diakhiri," tegas HNW.

HNW menambahkan, penggunaan tulisan halal dengan khot naskhi juga menjadi penting untuk memudahkan pelaku usaha melakukan ekspor. Dengan tulisan halal yang jelas, siapapun akan mudah mengetahui kehalalan suatu produk. 

Oleh karena itu, HNW berharap, dalam rapat dengan DPR selanjutnya, Kemenag bisa mengakomodasi beragam keberatan terhadap logo halal baru yang dikeluarkannya.

Terlebih, kata HNW, saat ini negara juga dihadapkan pada masalah kenaikan harga di berbagai barang kebutuhan pokok, seperti minyak goreng, telor, cabai, dan lainnya. Di tengah persoalan ini, seharusnya Kemenag tidak menambah kegaduhan dengan memunculkan kontroversi.

"Dalam rapat kerja terdekat dengan Kemenag, ini bisa dibicarakan kembali supaya kontroversi ini bisa dikoreksi. Karena dengan kontroversi ini, fokusnya menjadi berubah. Dari yang seharusnya fokus pada tersedianya makanan halal, menjadi polemik tentang logo ini. Substansinya malah terabaikan," kata HNW.