KPK Terkejut Pensiunan Pejabat Eselon III Pemprov DKI Cairkan Rp35 Miliar, Tapi Tidak Bisa Diproses
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria (Foto: Diah Ayu Wardani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menceritakan satu penanganan tindakan dugaan korupsi di lingkungan Pemprov DKI yang pernah ditangani pihaknya.

Tanpa menjelaskan waktu kejadian dan bidang profesi dari praktik korupsinya, awalnya Alexander bercerita KPK pernah menerima laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bahwa ada seorang pejabat eselon III Pemprov DKI yang mencairkan uang dengan nilai fantastis, yakni Rp35 miliar.

Hal ini ia sampaikan dalam kegiatan sosialisasi pencegahan perilaku korupsi di lingkungan pejabat dan ASN Pemprov DKI. Acara ini dihadiri oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria dan beberapa pejabat tinggi pratama Pemprov DKI.

"KPK pernah menerima laporan PPATK, salah seorang pejabat eselon III di DKI. Begitu yang bersangkutan pensiun, dia mencairkan cek sejumlah Rp35 miliar dan dia membeli rumah secara cash senilai Rp3,5 miliar," kata Alexander di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis, 17 Maret.

KPK pun mengendus sesuatu yang tidak beres dari transaksi uang pejabat eselon III tersebut. Lalu, KPK pun memanggil yang bersangkutan untuk diminta klarifikasi.

Tak disangka, setelah klarifikasi berjalan, pejabat eselon III yang diduga menerima gratifikasi tersebut meninggal dunia.

"Saya bilang, 'klarifikasi! klarifikasi!' Tetapi, saya tidak tahu, mungkin sudah jalan Tuhan, tidak lama setelah kami klarifikasi, beliau meninggal," ucap Alexander.

Akhirnya, KPK memutuskan untuk menghentikan dugaan tindak pidana atas korupsi yang dilakukan pejabat eselon III tersebut. Namun demikian, KPK tetap melaporkan aliran dana ini ke Direktorat Jenderal Pajak.

Sebab, menurut Alexanderz walaupun dugaan tindak pidananya tidak bisa diteruskan karena pihak yang terkait telah meninggal dunia, tetapi kekayaannya tetap dapat dikenakan pajak.

"Dugaan bahwa telah melakukan pidana menerima gratifikasi, kita limpahkan ke Ditjen Pajak. Supaya apa? Supaya atas kekayaan tadi itu bisa kena pajak. Kalau enggak dilaporkan, dilakukan pemeriksaan pajak," jelas dia.

Berkaca dari kasus ini, Alexander menggarisbawahi bahwa potensi kebocoran APBD DKI cukup tinggi karena pejabat eselon III pun juga bisa "bermain". Karenanya, Alexander mengajak pejabat hingga staf Pemprov DKI untuk menanamkan nilai integritas dari lingkup terkecil, yakni keluarga.

"Pada kesempatan ini, kami menggandeng Pak Gubernur dan Wakil Gubernur, dan seluruh jajaran Pemprov DKI Jakarta untuk membangun nilai-nilai intregitas berbasis keluarga," ucap Alexander.

Alexander memandang, contoh menjaga integritas yang dimaksud adalah, pasangan dari para pejabat Pemprov DKI harus mengetahui penghasilan suami atau istrinya. Mereka harus curiga jika tiba-tiba suami atau istrinya mendapat uang yang melebihi penghasilannya.

"Sehingga, ketika ada membawa uang tunai yang dianggap mencurigakan, itu juga ada yang mengingatkan ini uang apa? Gaji kan ditransfer? Nah, harus dijelaskan. Sepanjang bisa dijelaskan dari mana sumber awalnya, oke, tidak masalah," imbuhnya.