Tiga Jam Disidang Etik, Pamen Polri Berinisial M Terbukti Perkosa Anak dan Resmi Dipecat
Tersangka M (tengah), pelaku terduga rudapaksa anak di bawah umur saat mengikuti sidang profesi Kode Etik Polri, di Makassar, Jumat (11/3/2022). ANTARA

Bagikan:

MAKASSAR - Mantan perwira menengah (pamen) Polri berinisial M, tersangka kasus dugaan rudapaksa anak di bawah umur akhirnya resmi dipecat dalam sidang etik profesi Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PDTT) di Markas Polda Sulawesi Selatan (Sulsel).

"Menjatuhkan saksi yang sifatnya tidak administratif, berupa pelanggaran yang dinyatakan sebagai pelanggaran tercela," ujar ketua sidang Kombes Ai Afriandi usai pembacaan putusan sidang, di mapolda setempat, dilansir Antara, Jumat, 11 Maret.

Selain itu, sanksi kedua kepada bersangkutan sifatnya administratif berupa direkomendasikan Pemberhentian Dengan Tidak Hormat atau PTDH dari institusi Kepolisian Republik Indonesia.

"Resmi dipecat, karena terbukti. Tapi, keputusan ada pada Pak Kapolri," ujar Kombes Afriandi menegaskan.

Proses sidang kode etik tersebut, kata dia, berlangsung selama tiga jam lebih dengan memanggil para saksi, mendengarkan keterangannya, mendengarkan penuntut serta mendengarkan keterangan terduga, dan hasilnya terbukti melanggar kode etik profesi Polri.

Meski sidang etik profesi telah dijalankan, namun yang bersangkutan M akan mengajukan banding atas putusan itu satu tingkat di atas Polda yakni Mabes Polri.

"Terduga masih banding. AKBP M terbukti. Dari sidang terbukti dan meyakinkan. Saksi ada tujuh orang, saksi paling utama si korban sendiri," ujarnya pula.

Pelaku yang bersangkutan melanggar Pasal 7 ayat 1 huruf b Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri. Selanjutnya, tersangka akan menjalani proses pidana yang sedang ditangani Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel.

Sebelumnya, korban, anak perempuan berinisial IS berusia 13 tahun menjadi pelampiasan nafsu birahi oknum pamen Polri berinisial M, setelah bekerja menjadi Asisten Rumah Tangga (ART) di rumahnya sejak September 2021.

Tersangka merupakan pejabat Dit Polairud, dan setelah kejadian itu terungkap ke publik, akhirnya dia dicopot dari jabatannya.

IS mengaku dirinya sudah dirudapaksa sejak November 2021 hingga Februari 2022, dan terus dipaksa melayaninya. Modusnya, tersangka mengiming-imingi korban akan membiayai pendidikan termasuk kebutuhan hidup keluarganya yang selama ini hidup miskin.