FKUI: Kematian Pasien COVID-19 Tinggi Akibat Penyakit Bawaan
ILUSTRASI/TPU ROROTAN KHUSUS COVID-19/DOK Instagram aniesbaswedan

Bagikan:

DEPOK - Hasil riset Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menunjukkan angka kematian pasien COVID-19 tinggi karena adanya komorbid atau penyakit bawaan pada pasien seperti hipertensi, obesitas dan pengentalan darah.

UI menyebutkan hasil riset yang dilakukan peneliti FKUI itu telah dipublikasikan di jurnal internasional Global Heart.

Dilansir Antara, Rabu, 9 Maret, penelitian berjudul “Cardiometabolic Morbidity and Other Prognostic Factors for Mortality in Adult Hospitalized COVID-19 Patients in North Jakarta, Indonesia” ini merupakan studi pertama di Indonesia mengenai faktor prognostik kematian akibat COVID-19.

Faktor prognostik adalah faktor yang diyakini mempunyai hubungan dengan kasus yang dapat berkembang menjadi terminal penyakit baik sembuh, ada sisa gejala, tambah berat, cacat, maupun meninggal.

Dalam konteks COVID-19, faktor prognostik harus dikenali agar penanganan pasien COVID-19 cepat dan tepat sehingga angka kematian pasien dapat berkurang.

Dengan metode kohort retrospektif, studi ini dilakukan kepada 243 pasien COVID-19 di RSUD Koja, Tanjung Priok, Jakarta, periode 20 Maret–31 Juli 2020.

Data kelompok penyintas dan yang meninggal akibat COVID-19 diambil dari rekam medis pasien guna mengeksplorasi faktor prognostik. Data tersebut meliputi demografi, pemeriksaan klinis, laboratorium dan radiologi pasien.

Hasilnya, pasien berpenyakit bawaan, berkebutuhan oksigen dengan segera, berstatus RDW (red cell distribution width) abnormal, serta yang menjalani terapi klorokuin (obat antimalaria) memiliki risiko mengalami kematian akibat COVID-19 lebih tinggi.

Pasien COVID-19 yang meninggal lebih mungkin memiliki penyakit bawaan, seperti hipertensi, diabetes mellitus dan obesitas. Demikian juga pasien yang mengalami pengentalan darah.

Situasi trombosis ini dapat meningkatkan risiko cedera jantung pada pasien COVID-19. Selain itu, pasien dengan kebutuhan oksigen yang segera juga menunjukkan tingkat keparahan penyakit. Kadar oksigen dalam darah yang sangat rendah menyebabkan terjadinya peradangan yang berlebihan dan kerusakan paru progresif.

Faktor prognostik lain pada penderita COVID-19 adalah variasi ukuran sel darah merah (RDW) yang lebih tinggi, kadar limfosit yang rendah, serta pengobatan dengan klorokuin.

Pemberian obat antimalaria ini dikhawatirkan dapat menimbulkan efek samping bagi pasien COVID-19, terutama pada sistem jantung dan pembuluh darah.

Kepala Biro Humas dan KIP UI Amelita Lusia mengatakan studi tentang faktor prognostik kematian akibat COVID-19 ini diketuai oleh dr. Arvin Pramudita dan dibimbing oleh Prof. Dr. dr. Bambang Budi S, Sp.JP(K), FISHR, FAsCC, FAPSC dari Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI-Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, yang melibatkan sejumlah peneliti dari tim pelayanan COVID-19 RSUD Koja, Tanjung Priok, Jakarta.

Ada enam peneliti yang terlibat dalam penelitian tersebut, yaitu dr. Siti Rosidah, dr. Novi Yudia, dr. Jeffri Simatupang, dr. Wulan Pingkan Sigit, dr. Rita Novariani, Sp.P, dan dr. Priscilia Myriarda, Sp.JP.

Meskipun data penelitian dihimpun dari satu rumah sakit, penelitian ini unik karena RSUD Koja Tanjung Priok, Jakarta, memiliki demografi pasien beragam yang menggambarkan populasi umum.

Diharapkan, penelitian ini dapat menjadi panduan bagi pemerintah untuk mencegah kolapsnya sistem kesehatan akibat pandemi.