Moderna Bakal Kembangkan dan Uji Vaksin 15 Patogen dengan Potensi Pandemi di Masa Depan
Kantor pusat Moderna di Amerika Serikat. (Wikimedia Commons/Fletcher)

Bagikan:

JAKARTA - Moderna Inc., mengatakan pada Hari Senin pekan ini, pihaknya berencana untuk mengembangkan dan mulai menguji vaksin yang menargetkan 15 patogen paling mengkhawatirkan di dunia pada tahun 2025, melonggarkan paten vaksin COVID-19 secara permanen untuk negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Perusahaan bioteknologi AS juga mengatakan akan membuat teknologi messenger RNA (mRNA) tersedia, bagi para peneliti yang mengerjakan vaksin baru untuk penyakit yang muncul dan terabaikan melalui program yang disebut mRNA Access.

Moderna mengumumkan strateginya menjelang KTT Kesiapsiagaan Pandemi Global yang disponsori oleh pemerintah Inggris dan Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI), sebuah koalisi internasional yang dibentuk lima tahun lalu untuk mempersiapkan ancaman penyakit di masa depan.

Moderna telah bekerja sama dengan mitranya dalam pembuatan vaksin terhadap beberapa dari 15 patogen, yang meliputi Chikungunya, demam berdarah Krimea-Kongo, Dengue, Ebola, Malaria, Marburg, demam Lassa, MERS dan COVID-19.

ceo moderna
CEO Moderna Stephane Bancel. (Wikimedia Commons/Brenda Bancel)

Kolaborasi tersebut termasuk vaksin virus Nipah dengan Institut Kesehatan Nasional AS serta vaksin HIV dengan Gates Foundation dan International AIDS Vaccine Initiative, kata Presiden Moderna Stephen Hoge dalam sebuah wawancara.

Perusahaan akan mencari mitra baru untuk yang lain atau mengembangkannya secara internal, katanya.

Sementara itu, Kepala Eksekutif Moderna Stephane Bancel mengatakan pada konferensi pers virtual pada Hari Senin, 15 virus diketahui merupakan ancaman yang belum ditangani oleh banyak pembuat obat besar. Pandemi COVID-19, yang telah menewaskan enam juta orang di seluruh dunia dan membuat jutaan lainnya sakit, telah memperjelas bahwa perlu diubah, menurut Bancel.

"Terlalu banyak nyawa yang hilang dalam beberapa tahun terakhir," katanya, seperti melansir Reuters 8 Maret.

Di awal pandemi COVID-19, Moderna berjanji untuk tidak memberlakukan paten vaksinnya selama fase darurat krisis kesehatan.

Itu memungkinkan pengembangan pabrik pembuatan vaksin di Afrika yang didukung oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai bagian dari proyek percontohan untuk memberi negara-negara miskin dan berpenghasilan menengah pengetahuan cara membuat vaksin COVID-19.

Moderna mengatakan akan membuat janji itu permanen untuk 92 negara berpenghasilan rendah dan menengah, yang memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan di bawah COVAX Advance Market Commitment (AMC) yang dipimpin oleh aliansi vaksin GAVI.

moderna
Ilustrasi Moderna. (Wikimedia Commons/Navy Medicine)

Seorang juru bicara perusahaan mengatakan, Moderna tidak akan memberlakukan paten untuk vaksin COVID-19 yang dikembangkan di Afrika Selatan oleh Afrigen Biologics yang didukung WHO, untuk negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah AMC-92.

Meskipun tidak akan memberlakukan patennya di negara-negara ini, Hoge mengatakan Moderna tidak bermaksud untuk berbagi teknologi vaksinnya dengan pusat transfer teknologi yang didukung WHO di Afrika Selatan, meskipun ada upaya lobi oleh organisasi tersebut.

Sebelumnya pada hari Senin, perusahaan mengatakan akan mendirikan fasilitas manufaktur di Kenya, yang pertama di Afrika, untuk memproduksi vaksin mRNA, termasuk melawan COVID-19.

Kemudian, sebagai bagian dari rencana pandemi masa depan, Moderna bermaksud untuk membuat teknologinya tersedia untuk laboratorium penelitian akademis, untuk menguji teori mereka sendiri tentang vaksin guna mengatasi penyakit yang muncul dan terabaikan. Hoge mengatakan, beberapa di antaranya pada akhirnya dapat menghasilkan kemitraan dengan Moderna untuk mengatasi 15 patogen prioritas.

"Yang ingin kami pastikan terjadi adalah, para ilmuwan yang memiliki ide hebat tentang bagaimana mereka dapat membuat vaksin akan dapat mengakses standar dan teknologi kami, hampir seperti mereka bekerja di Moderna," tukas Hoge.

Awalnya, program ini akan dimulai dengan beberapa laboratorium akademik, tetapi Hoge mengharapkannya untuk berkembang pesat. Dia melihat program itu sebagai cara untuk memperluas penemuan vaksin menggunakan teknologi mRNA.

"Kami ingin memastikan bahwa kami mengizinkan orang lain untuk menjelajahi ruang yang sejujurnya tidak dapat kami capai. Dan itu benar-benar tentang ini," tandasnya.