Pusingnya PDIP Lihat Anggaran Pembangunan Sirkuit Formula E Membengkak
Gembong Warsono/Foto: VOI

Bagikan:

JAKARTA - Biaya pembangunan sirkuit Formula E membengkak. BUMD PT Jakarta Propertindo menambah anggaran Rp10 miliar kepada PT Jaya Konstruksi yang menggarap pembangunan lintasan tersebut.

Biaya ini dianggarkan dari dana perusahaan Jakpro. Kini, biaya konstruksi sirkuit Formula E menjadi Rp60 miliar dari sebelumnya Rp50 miliar. Hal ini disebabkan pekerjaan tambahan yang tidak masuk dalam prediksi Jakpro dan Jaya Konstruksi, yakni pengerasan tanah yang masih lunak.

Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Gembong Warsono mengaku tak habis pikir dengan membengkaknya anggaran pembangunan sirkuit Formula E. Gembong heran kenapa biaya pembangunan lintasan balap mobil listrik ini bisa membengkak di luar prediksi awal.

"Saya bukan sekadar bingung lagi, tapi pusing," kata Gembong saat dihubungi, Senin, 7 Maret.

Meskipun pengerjaan sirkuit menggunakan anggaran perusahaan, namun Jakpro tetaplah perusahaan milik Pemprov DKI. Yang mana, penyertaan modal perusahaan mereka diambil dari APBD DKI.

Gembong menegaskan, seharusnya Jakpro bisa menjalankan perusahaannya untuk mendulang keuntungan kepada Pemprov DKI.

"Yang digunakan oleh Jakpro itu adalah dana dari rakyat Jakarta. Itu persoalannya. Jakpro itu punya duit berdasarkan yang diberikan Pemprov DKI Jakarta melalui penyertaan modal, kan," ucap Gembong.

"Artinya, Jakpro diperintahkan oleh Pemerintah DKI untuk cari duit cari untung. Lah ini, enggak buntung saja sudah bagus. Tapi ini semua terjadi karena Jakpro dipaksa untuk tahu dari persoalan yang dia tidak tahu," lanjut dia.

Lebih lanjut, Gembong memandang membengkaknya biaya sirkuit, menunjukkan bahwa kontrak tender pembangunan abal-abal.

"Kontrak itu kan sudah ada kesepakatan awal, kesepakatan awalnya bagaimana. Kok tiba-tiba dalam perjalanan begitu sudah dikerjakan ada pembengkakan biaya yang tidak masuk akal begitu," cecar Gembong.

Padahal, menurut Gembong, jika besaran biaya sudah tercantum dalam kontrak, maka perusahaan penggarap harus siap menanggung segala risiko termasuk konsekuensi membengkaknya biaya konstruksi.

"Ketika ada tambahan biaya, ya ada konsekuensinya, ada tambahan biaya. Kalau mau seperti itu, ya kontrak baru karena tidak sesuai dengan kontrak pertama," ungkap Gembong.

Dari kejadian ini, Gembong pun semakin curiga bahwa proses tender pengerjaan lintasan balap mobil listrik ini telah direncanakan.

Hal ini mulai dari gagal tender pada pengadaan pertama, kemudian tender kembali diulang. Lalu, pemenang tender adalah Jaya Konstruksi yang merupakan anak perusahaan BUMD DKI.

"Kalau nambah Rp10 miliar lagi itu namanya kongkalikong. Kan sejak awal saya sudah curiga, curiga penetapan pemenang ditujukan Jakon (Jaya Konstruksi), itu aja sudah mencurigakan," tuturnya.