Mariupol Hampir Direbut Rusia dari Ukraina, Penduduk Sipil Diizinkan Meninggalkan Kota
Kebakaran terlihat di area perumahan di Mariupol di tengah invasi Rusia ke Ukraina, 3 Maret 2022, gambar ini diperoleh dari media sosial. (Twitter @AyBurlachenko via Reuters/as)

Bagikan:

JAKARTA - Warga sipil diizinkan meninggalkan kota Mariupol, Ukraina, selama lima jam pada Sabtu pukul 12 hingga 17 waktu Moskow (16-21 WIB), kantor berita Rusia RIA melaporkan.

Sebelumnya, Rusia mengatakan bahwa pasukannya, yang telah mengepung kota pelabuhan di tepi Laut Azov itu, akan menghentikan serangan dan mengizinkan warga sipil untuk melintas.

Wali kota Mariupol Vadym Boychenko pada Jumat meminta bantuan militer karena kota itu kehabisan air minum, listrik dan bahan bakar untuk pemanas, sementara persediaan makanan juga mulai menipis.

Dia juga meminta adanya "koridor kemanusiaan" agar dapat mengevakuasi 400.000 penduduk setelah kota itu dibombardir oleh pasukan Rusia selama lima hari.

"Kami benar-benar sedang dihancurkan," kata Boychenko dalam siaran televise seperti dilansir Antara.

Dia menggambarkan serangan Rusia sebagai aksi tak pandang bulu karena menyerang kawasan permukiman dan rumah sakit.

"Mereka ingin melenyapkan Mariupol dan penduduk Mariupol dari muka bumi," katanya.

Rusia telah mengatakan bahwa aksi militernya tidak dirancang untuk menduduki Ukraina tapi menghancurkan kemampuan militer negara tetangganya itu dan menangkap orang-orang "nasionalis berbahaya". Moskow membantah membidik warga sipil.

Tentara Ukraina sedang berusaha mempertahankan Mariupol tapi membutuhkan dukungan yang cukup, kata wakil komandan unit militer Azov, bagian dari Garda Nasional Ukraina.

"Ini adalah kota terakhir yang mencegah terbentuknya koridor darat dari Rusia ke Krimea," kata dia di kanal resmi Azov di Telegram, seraya mengenalkan dirinya dengan nama panggilan "Kalyna".

"Mariupol tidak boleh jatuh," katanya.

Sejumlah penduduk Mariupol telah menyelamatkan diri ke pusat kota untuk menghindari serangan roket Rusia di kawasan pinggiran, kata Ivan Yermolayev.