Bagikan:

JAKARTA - Pandemi COVID-19 membawa banyak negara mengalami kontraksi atau pertumbuhan ekonomi negatif, dan berujung pada resesi karena kontraksi berlangsung dalam dua kuartal berturut-turut. Hal tersebut juga tampaknya akan dialami Indonesia dalam waktu dekat.

Meski di kuartal II 2020 ekonomi Tanah Air masih bisa positif 2,97 persen, namun di kuartal selanjutnya, terkontraksi 5,32 persen. Hal yang sama juga akan diperkirakan akan terjadi di kuartal III 2020, di mana Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi pertumbuhan ekonomi akan minus 2,1 persen.

Perjuangan membangkitkan geliat ekonomi diperkirakan masih akan berlangsung hingga tahun depan. Seluruh pihak, khususnya pemerintah, dinilai harus cepat dan tepat dalam melakukan penanganan pandemi COVID-19.

Pascapandemi, pemerintah harus bisa memetakan sektor-sektor mana yang yang masih tumbuh untuk menjadi penopang ekonomi Indonesia. Hal itu dikemukakan Ekonom sekaligus Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM), Mudrajad Kuncoro.

Mudrajad mengatakan, jika melihat ke belakang, sekarang ini yang mendominasi Indonesia adalah industri manufaktur di mana sumbangannya sekitar 20 persen untuk Produk Domestik Bruto (PDB). Kemudian, kata dia, diikuti perdagangan; perhotelan dan restoran atau pariwisata; serta pertanian.

"Pertanyaan ke depan adalah kalau kita mau bicara transformasi struktural yang digadang-gadang akan terjadi pada tahun 2045, atau 100 tahun Indonesia merdeka, kita harus jelas mau menuju negara industri atau jasa," ujar Mudrajad dalam acara 'Sarasehan Virtual 100 Ekonom', Selasa, 15 September.

Menurut Mudrajad, tranformasi struktural pascapandemi untuk mendorong ekonomi Indonesia melalui penentuan roadmap fokus ekonomi untuk menuju negara industri keuangan atau negara jasa perdagangan, pariwisata menjadi sangat penting.

"Jasa kalau di negara maju adalah finance dan perbankan, tetapi di jasa kita adalah perdagangan hotel dan restoran. Pariwisata yang paling dominan. Jadi kita harus setting roadmap, mau ke mana negeri ini dibawa," ucapnya.

Namun, kata dia, jika pemerintah memilih untuk mengembangkan Indonesia menjadi negara yang mengedepankan pertanian berbasis industri, akan ada masalah yang dihadapi.

"Permasalahannya , kalau kita bicara industri dan pertanian ini memiliki kendala yang tidak ringan saat ini. Kalau kita lihat dualisme industri antara si besar dan kecil masih ada," tuturnya.

Mudrajad mengatakan, jika berkaca pada pernyataan yang selalu disampaikan pemerintah dan pada kendala yang dihadapi, pemerintah cenderung akan memilih pariwisata dengan industri.

"Sebenarnya harus simultan antara strategi pembangunan pariwisata industri dan pertanian. Saya menganjurkan ada interlink antara ketiga itu. Jadi kalau industri dan pertanian kita bisa mengembangkan agrobisnis industri. Jadi keterkaitan antara dua sektor ini harus diperkuat. Karena problem struktural industri kita ke depan dan ke belakang lemah," katanya.

Menurut dia, pemerintah harus mendorong industri yang berbasis pertanian dan industri yang menyediakan input bagi sektor pertanian. Sebab, transformasi ekonomi dari berbasis pertanian menjadi industri itu ternyata tidak diikuti dengan transformasi di sektor tenaga kerja.

"Jadinya intinya adalah menciptakan nilai tambah karena kita punya tenaga kerja yang cukup banyak, apalagi kita memiliki kelas menengah yang semakin tinggi jangan sampai masuk middle income," ucapnya.