Bagikan:

JAKARTA - Sejumlah kalangan pebisnis dan pelaku usaha menyebut banjir yang berkelanjutan dinilai akan berpotensi menghambat kegiatan bisnis dan ekonomi. Untuk itu, perlu disegerakannya antisipasi penanganan dampak banjir.

“Banjir di awal tahun menghambat bisnis dan kegiatan ekonomi. Walaupun terjadinya pas tanggal 1 Januari 2020, di mana kebanyakan bisnis masih tutup, tapi dampaknya akan terasa sampai beberapa hari sesudahnya,” ujar Chief Economist Danareksa Research Institute Moekti Prasetiani Soejachmoen di Jakarta, Jumat 3 Januari.

Kemudian, lanjut dia, pemadaman listrik yang dilakukan, meskipun di daerah-daerah yang tidak terkena banjir, tapi memiliki resiko mengganggu kegiatan bisnis dan ekonomi. Selain itu, kegiatan logistik juga terganggu akibat akses jalan yang tergenang banjir.

Untuk itu, dalam jangka pendek pemerintah diminta meningkatkan sistem pemantauan curah hujan dan daerah aliran air, serta membersihkan sampah dari saluran air, mengingat banjir dapat diantisipasi.

“Sehingga seharusnya pemerintah, terutama pemerintah daerah, sudah dapat melakukan persiapan sebelumnya,” kata Moekti.

Pemerintah juga perlu mempersiapkan infrastruktur untuk evakuasi dan pertolongan pertama seperti tempat penampungan, dapur umum, fasilitas kesehatan dan keamanan.

Oleh karena itu, diharapkan banjir tidak terus berlanjut dan cepat surut agar konektivitas tidak terhambat dan pasokan barang maupun jasa di wilayah Jadetabek kembali normal.

Sementara itu Kamar Dagang dan Industri Indonesia menilai banjir yang melanda Jabodetabek telah merugikan kalangan pengusaha, terutama yang bergerak di sektor ritel. 

Banjir kemarin memang tak biasa, sebab sejumlah daerah yang selama ini bebas banjir pun turut terendam. Bahkan pada beberapa titik, tinggi air bisa mencapai atap rumah satu lantai. Banyak mobil milik warga yang terendam, juga hanyut terbawa arus. 

Dampak banjir pada kalangan pengusaha tak kalah buruk. Kegiatan usaha terhenti sehingga penjualan pun menurun. Belum lagi jika barang dagangan terkena air. 

"Kerugian karena banjir bisa dibilang paling parah ada di ritel karena aktivitas penjualan menjadi sangat terganggu karena banjir,” kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani. 

Menurutnya, banyak pusat perbelanjaan yang terpaksa tutup karena banjir. Ditambah lagi jika air masuk ke gedung-gedung pusat perbelanjaan. Penjual dan pengunjung tak dapat melakukan kegiatan perekonomian seperti hari-hari biasa.

Sektor perhotelan pun diprediksi terkena dampak pula meskipun nilai kerugiannya relatif kecil sebab penjualan kamar hotel sudah terjadi sebelum masa liburan akhir tahun.

“Namun, ini berdampak pada kenyamanan pengunjung dan turis sehingga dampak kerugian nonmaterinya menjadi besar untuk industri perhotelan,” ujar Shinta.

Pada sektor logistik, kerugian yang diprediksi juga tinggi, karena perusahaan angkutan tidak dapat beroperasi selama sarana transportasi tergenang air. 

Kemungkinan besar, tambah Shinta, aset sektor logistik menjadi rusak karena banjir, sehingga beban perbaikan menjadi tinggi. Seperti salah satu perusahaan transportasi swasta yang armadanya terendam air. 

“Belum lagi kerugian karena harus menghentikan operasi dan kerugian kalau klien meminta ganti rugi bila muatan tidak dikirimkan tepat waktu,” kata Shinta.

Ia menambahkan, bentuk kerugian dari masing-masing sektor industri memang berbeda-beda. Namun hingga saat ini, Kadin masih belum mendata jumlah kerugian yang diderita pelaku usaha.

“Kami belum mendata seberapa besar kerugian yang ditanggung pelaku usaha nasional dari peristiwa ini,” pungkas Shinta.