MEDAN - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara terus mengikuti perkembangan penyidikan Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin dalam perkara kepemilikan satwa langka dilindungi.
"Perkembangan itu diikuti setelah diterimanya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) melalui Direktur Reskrimsus Polda Sumut kepada Kejati Sumut," kata Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A.Tarigan di Medan dikutip Antara, Jumat, 25 Februari.
Yos menyebutkan Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera (BPPHLHKS) telah mengirimkan SPD melalui Direktur Reskrimsus Polda Sumut kepada Kejaksaan Tinggi Sumut.
"Kejati Sumut telah menunjuk tim jaksa yang menangani kasus kepemilikan satwa langka dilindungi itu," sambung Yos.
Yos mengatakan dalam SPDP tersebut, Terbit Rencana Perangin Angin diduga melakukan tindak pidana sebagaimana diatur pada Pasal 21 ayat (2) huruf a Jo Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.
"Kemudian PP Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua atas Perubahan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2018 Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi," kata Kasi Penkum Kejati Sumut itu.
BACA JUGA:
Sebelumnya, BBKSDA Sumut menyita tujuh satwa dilindungi yang ditemukan di rumah pribadi milik Terbit Rencana Perangin Angin di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BBKSDA Sumut Irzal Azhar menjelaskan pihaknya menemukan beberapa jenis satwa liar dilindungi, yakni satu Orang Utan Sumatera (Pongo Abelii), satu Monyet Hitam Sulawesi (Cynopithecus Niger), satu Elang Brontok (Spizaetus Cirrhatus), dua Jalak Bali (Leucopsar Rothschildi) dan dua beo (Gracula Religiosa).
"Semua satwa yang disita oleh petugas tersebut merupakan jenis satwa yang dilindungi," kata Irzal, Rabu, 25 Januari.
Dia menyebutkan temuan tujuh satwa dilindungi itu bermula atas informasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Selanjutnya untuk proses hukumnya diserahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Wilayah Sumatera," ujarnya.