Bagikan:

JAKARTA - Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyebut saat ini 90 persen kasus COVID-19 yang ada merupakan varian Omicron.

Hal ini dilakukan dari pemeriksaan whole genome sequencing (WGS) yang diambil secara acak dari sampel kasus COVID-19.

"Kita melakukan ekstrapolasi kondisi keadaan di daerah tersebut dari hasil yang didapatkan bahwa 90 persen itu adalah kasus Omicron. Maka, jenis varian yang beredar di daerah tersebut diasumsikan bahwa itu disebabkan karena kasus Omicron," kata Nadia dalam konferensi pers virtual, Selasa, 22 Februari.

Nadia mengungkapkan saat ini tidak semua kasus positif COVID-19 tidak dilakukan pemeriksaan varian virus coronanya.

"Penemuan kasus varian ini diberlakukan hanya secara sampel acak yang diambil dari kasus positif, untuk menemukan jenis apa saja varian yang beredar dari sampel acak ini," ucap dia.

Sejauh ini, total kasus Omicron yang sudah dideteksi oleh Kemenkes sebanyak 5.227 kasus, di mana 1.879 kasus adalah pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) dan sisanya merupakan penularan transmisi lokal.

Sementara itu, epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan kasus COVID-19 varian Omicron memang bisa menyebar dengan cepat namun gejalanya ringan.

Menurut dia, masyarakat tidak perlu ke rumah sakit jika dinyatakan positif, baik itu tidak bergejala atau bergejala ringan.

"Masyarakat Indonesia memiliki trauma pada momen gelombang COVID-19 varian Delta yang lalu. Perlu diketahui memang varian Omicron ini penyebarannya cepat, tapi kasus kesakitan maupun kematian akibat varian ini rendah,” kata Pandu beberapa waktu lalu.

Karakteristik lonjakan kasus, kata dia, sangat dipengaruhi karakteristik varian virus. Selain itu, karakteristik lonjakan kasus juga dipengaruhi oleh jumlah imunitas penduduk.

"Karena itulah masyarakat sering salah persepsi dengan kondisi saat ini seperti kondisi di Juli-Agustus 2021 lalu, padahal sudah jauh berbeda," katanya.