JAKARTA - Keputusan Anies Baswedan menarik rem darurat dengan memberlakukan kembali pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Ibu Kota secara ketat kembali mendapat sorotan. Setelah Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, kini dua kepala daerah di Jawa Barat ikut bicara.
Keduanya yakni Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto. Poin sorotannya sama, meminta Gubernur DKI Jakarta Anies memperjelas PSBB ketat yang bakal berlaku di DKI Jakarta, Senin, 14 September pekan depan, dengan berkoordinasi ke pemerintah pusat.
“Kemarin saya menyarankan ke Gubernur Jakarta agar mengkonsultasikan lebih mendalam ke pemerintah pusat (terkait PSBB total) karena setiap kebijakan di Jakarta tentu berhubungan dengan dampak di level nasional," kata Ridwan Kamil yang akrab dipanggil Kang Emil di Bandung, Jumat, 11 September.
Ridwan Kamil mengatakan Pemprov Jabar sudah memutuskan dua strategi penanggulangan COVID-19 yakni strategi untuk wilayah Bogor, Depok, Bekasi (Bodebek) dan wilayah non Bodebek.
Menurut Ridwan Kamil, strategi di Bodebek harus satu frekuensi dengan DKI Jakarta karena mayoritas kasus COVID-19 di Jawa Barat berada di Bodebek.
"Jadi kalau Pak Anies ke kiri kita ke kiri, Pak Anies ke kanan kita ke kanan, semata-mata karena klaster COVID-19 Jawa Barat juga paling besar, hampir 70 persen ada di Bodebek," kata dia.
BACA JUGA:
Dia mengatakan sebenarnya status Bodebek tidak berubah terkait COVID-19 yakni masih PSBB yang diterjemahkan intensitasnya oleh wali kota dan bupati. Tapi kebijakan ini akan tetap menyelaraskan dengan kebijakan DKI.
"Jadi sebenarnya Jakarta juga bukan hal baru karena statusnya juga masih PSBB. Pembatasan kira-kira, bukan pelarangan, kalau pelarangan itu namanya lockdown," sambung Kang Emil.
Suara senada dilontarkan Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto. Kang Bima menyebut kepala daerah penyangga DKI sepakat meminta Anies agar terlebih dulu berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk menyempurnakan konsep dan rumusan PSBB total.
"Dari Jakarta sendiri belum jelas. PSBB total seperti apa? Apakah lockdown total, itu yang belum clear. Masih perlu difinalisasi lagi. Jadi setelah konsepnya jelas baru berkoordinasi lagi," ujar Bima dikutip Antara.
Bima mengatakan, hasil rapat pada Kamis, 10 September, belum mengambil keputusan apa pun, termasuk kemungkinan daerah penyangga Ibu Kota bakal mengikuti langkah serupa dengan menerapkan PSBB Total.
Para kepala daerah se-Jabodetabek, kata Bima, sepakat meminta Anies agar terlebih dulu berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk menyempurnakan konsep dan rumusan PSBB ketat tersebut.
Anies Menanggapi
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan, pihaknya tidak punya kewenangan meminta atau memaksakan pemberlakukan Pembtasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat di wilayah lain yang berhubungan dengan Jakarta.
Anies Baswedan menyampaikan hal ini untuk menanggapi beberapa kepala daerah yang masih mempertanyakan efetivitas penerapan PSBB di Jakarta.
"Tidak ada kewenangan dari DKI untuk memaksakan pada tempat lain," kata Anies di kantornya, Jumat, 11 September.
Menurut dia, penerapan PSBB secara ketat atau longgar adalah kewenangan tiap-tiap daerah. Sehingga, dia tidak pernah meminta kepada kepala daerah lain melakukan hal yang sama seperti Jakarta.
"Jadi kami tidak pernah meminta karena itu adalah kewenangan tiap-tiap daerah," kata Anies.
Soal koordinasi ini, Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi meminta Anies bersinergi dengan kepala daerah penyangga di Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi dalam penerapan PSBB DKI.
Menurut Prasetio, kawasan Jabodetabek merupakan episentrum penularan COVID-19 karena mobilitas warga yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, penanganan pandemi di Jabodetabek harus seragam.
"Saya berpesan agar Gubernur DKI mulai bersinergi dengan kepala daerah penyangga. Seluruh upaya dan kebijakan aturan dalam PSBB di DKI Jakarta harus juga dilakukan di daerah penyangga. Harus linier ini. Kalau enggak, percuma bos," kata Prasetio.
Sebelumnya Anies Baswedan resmi "menginjak rem darurat" yang mencabut kebijakan PSBB transisi dan memberlakukan kembali PSBB total.
"Dengan melihat keadaan darurat ini di Jakarta, tidak ada pilihan lain selain keputusan untuk tarik rem darurat. Artinya kita terpaksa berlakukan PSBB seperti awal pandemi. inilah rem darurat yang harus kita tarik," kata Anies, Rabu, 9 September.
Alasan Anies untuk mengambil keputusan tersebut bagi Jakarta, karena tiga indikator yang sangat diperhatikan oleh Pemprov DKI Jakarta yaitu tingkat kematian, ketersediaan tempat tidur isolasi dan ICU khusus COVID-19 dan tingkat kasus positif di Jakarta.