JAKARTA - Desakan agar Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Program Jaminan Hari Tua (JHT) untuk segera dicabut, sudah banyak disuarakan.
Melalui Permenaker tersebut Pemerintah menetapkan bahwa pencairan dana JHT secara penuh baru bisa dilakukan sesudah peserta mencapai usia 56 tahun.
Anggota DPR Fraksi Gerindra Fadli Zon mempertanyakan perubahan sistem JHT. Padahal, lanjutnya, pada aturan sebelumnya, manfaat JHT dapat diberikan kepada peserta yang mengundurkan diri dan dibayarkan secara tunai setelah melewati masa tunggu 1 bulan. Menurutnya, kalangan buruh tentu saja menolak perubahan itu, karena dinilai memberatkan.
“Saya lihat, mayoritas fraksi di parlemen, mayoritas pendapat publik juga telah menyampaikan penolakannya terhadap peraturan tersebut. Aturan itu dianggap menzalimi kepentingan kaum buruh,” kata Fadli Zon melalui siaran persnya, Sabtu 19 Februari.
“Karena besarnya penolakan masyarakat tersebut, saya kira tak ada alasan bagi Presiden untuk mengabaikannya. Permenaker No. 2 Tahun 2022 sebaiknya memang segera dicabut agar tak menimbulkan gejolak sosial yang lebih besar,” lanjutnya.
Fadli Zon pun memberikan beberapa catatan mengapa peraturan JHT harus segera dicabut: Pertama, filosofi JHT sebenarnya adalah tabungan, yaitu agar kaum buruh masih punya tabungan saat mereka tak lagi bekerja, atau tak lagi menerima upah. Sehingga, teorinya, saat seseorang tak lagi menerima upah, maka ia seharusnya diperbolehkan mencairkan tabungannya.
“Nah, Permenaker No. 2 Tahun 2022 secara sepihak telah memaksa kaum buruh untuk menunda pencairan tabungan tadi hingga mencapai usia 56 tahun. Padahal, di sisi lain, Pemerintah sendiri tidak bisa memberikan jaminan bahwa kaum buruh bisa terus bekerja dan menerima upah, atau tidak akan kehilangan pekerjaannya, hingga mencapai usia tersebut. Ini kan zalim. Bagaimana jika buruh kena PHK pada usia 35 tahun, 40 tahun, atau 45 tahun, dan tidak bisa lagi masuk ke bursa kerja di sektor formal, apakah mereka harus menunggu 21 tahun, 16 tahun, atau 11 tahun kemudian untuk mencairkan uangnya sendiri?,” ujarnya.
BACA JUGA:
Kedua, lanjut Fadli Zon, Pasal 2 Permenaker No. 2 Tahun 2022 memang memberikan opsi pencairan JHT sebelum usia 56, namun dengan syarat buruh mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia.
“JHT ini adalah “asuransi sosial” bagi orang yang kehilangan pekerjaan dan penghasilan, bukan asuransi jiwa atau kecelakaan kerja. Masak buruh harus mengalami cacat dulu, atau mati dulu hanya untuk mencairkan tabungannya? Aturan ini, selain zalim, juga aneh,” imbuhnya.
“Ketiga, kebijakan ini dirumuskan Pemerintah tanpa konsultasi publik terlebih dahulu dengan ‘stakeholder’ terkait, terutama kaum buruh serta Komisi IX DPR RI. Proses perumusannya saja sudah tidak ‘fair’ dan tak terbuka, bagaimana isinya bisa ‘fair’ jika begitu,” pungkasnya.