Bagikan:

JAKARTA - Asisten Deputi Perlindungan Anak Kondisi Khusus pada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Elvi Hendrani mengatakan anak-anak rentan dijadikan target untuk direkrut oleh kelompok teroris.

"Anak sangat rentan direkrut oleh kelompok terorisme. Mereka menggunakan anak karena anak masih mencari jati diri, emosi yang masih belum stabil, keluguan dan kepolosan serta pemikirannya yang masih lemah, baik pengalaman dan pengetahuannya. Anak juga dianggap sebagai strategi karena tidak dicurigai oleh aparat keamanan," kata Elvi Hendrani melalui siaran pers di Jakarta, Rabu 16 Februari dikutip dari Antara.

Menurut dia, terjadi perubahan pola rekrutmen pelaku terorisme yang semula hanya menyasar pada orang dewasa, kini juga menyasar pada anak-anak.

"Fenomena permasalahan sosial yang banyak dihadapi berbagai negara, termasuk di Indonesia, adalah anak menjadi korban tindak pidana terorisme, hingga dijadikan kader oleh para teroris. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi pergeseran terhadap pola rekrutmen pelaku terorisme yang tadinya hanya orang dewasa kini juga menyasar anak-anak," ujarnya.

Elvi menuturkan terorisme merupakan kejahatan luar biasa yang masuk dalam kategori bencana kemanusiaan karena memberikan dampak luar biasa secara fisik maupun psiki,s yakni memberikan trauma kepada yang mengalaminya, khususnya kepada anak.

"Radikalisme dan terorisme merupakan ancaman terhadap anak dari sisi keagamaan, kehidupan bermasyarakat, tumbuh kembang anak, karakter dan budi pekerti anak dan nilai-nilai nasionalisme dan cinta Tanah Air," ujarnya.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak terus mendorong pencegahan dan perlindungan anak dari korban radikalisasi dan jaringan terorisme untuk mendapatkan edukasi, perlindungan dan pemenuhan hak dasar, yakni pengasuhan, pendidikan, berpartisipasi dan juga bermain.

Pemerintah pusat, aparat penegak hukum dan pemerintah daerah diharapkan dapat berpartisipasi melindungi anak yang menjadi korban jaringan terorisme.

"Kemen PPPA sebagai penyelenggara koordinasi perlindungan anak di pusat telah mendorong daerah berkoordinasi dan bekerja sama untuk mewujudkan perlindungan anak. Kami di pusat sudah melakukan kerja sama terkait penyusunan kebijakan melibatkan kementerian/lembaga, membentuk forum koordinasi dan melaksanakan dukungan psikososial bersama dengan Densus 88. Kami juga bekerja sama dengan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Riset Teknologi untuk melakukan kajian cepat terhadap intoleransi di satuan pendidikan," kata Elvi.