JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengapresiasi skor indeks demokrasi Indonesia yang naik dari peringkat dari 64 ke 52 merujuk data yang dirilis The Economist Intelligence Unit (EIU).
Tapi bagi Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, Indonesia diingatkan masih kategori demokrasi cacat. Sebab, skornya masih jauh dari angka baik.
"Apresiasi tentu, tapi kondisinya masih terkategori demokrasi cacat. PR-nya masih banyak. Angka 6.71 dari maksimal 10 masih jauh dari harapan," ujar Mardani kepada wartawan, Selasa, 15 Februari.
Pekerjaan rumah (PR) bagi Indonesia, menurut Mardani, yakni memberantas politik uang atau money politic. Hal ini kata dia penting dalam meningkatkan kualitas demokrasi.
"PR besar adalah membangun demokrasi berkualitas dan substantif. Tidak ada money politic dan partisipasi publik yang rasional," katanya.
Anggota Komisi II DPR itu juga menilai aspirasi masyarakat belum lancar dan adil lantaran masih adanya perpecahan karena pemilu.
"Setelah pemilu pemerintah tidak merangkul massa kontra pemenang. Hingga pembelahan di masyarakat masih terjadi," katanya.
Selain itu, tambah Mardani, demokrasi di Indonesia juga belum menghasilkan pemimpin yang berkualitas. Kepemimpinan itu, kata dia, berimbas pada kesejahteraan masyarakat.
"(PR) banyak dan serius, karena demokrasi kita belum menghasilkan pemimpin berkualitas yang menyejahterakan rakyat," pungkasnya.
BACA JUGA:
Diketahui, laporan indeks demokrasi The Economist Intelligence Unit (EIU) pada Februari menunjukkan bahwa Indonesia masuk dalam 10 negara paling maju dalam kenaikan indeks demokrasi.
Adapun indeks ini memiliki skala nilai dari 0 hingga 10. Sementara, Indonesia kini berada di peringkat ke-52 dari 167 negara dengan skor 6,71.
Peringkat ini naik dari yang tadinya peringkat ke-64. Namun, Indonesia masih berada di bawah Malaysia yang berada di peringkat ke-39 dengan skor 7,24.
Selain itu, Indonesia masuk kategori 10 negara yang paling maju capaiannya dalam indeks demokrasi. Adapun 9 negara lainnya adalah Zambia, Qatar, Moldova, India, Republik Demokrasi Kongo (DRC), Montenegro, Guyana, Uruguay, UEA, dan Singapura.
Namun demikian, Indonesia masih masuk kategori demokrasi cacat (flawed democracy).