Bagikan:

JAKARTA - Anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Luqman Hakim bereaksi atas sindiran Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah soal peristiwa yang menimpa warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah.

Sebelumnya, Fahri Hamzah menanyakan sikap anggota DPR daerah pemilihan Desa Wadas Kecamatan Bener, Jawa Tengah terkait ketegangan warga Wadas dengan anggota polisi soal pembebasan lahan.

"Anggota @DPR_RI dapil WADAS mana ndasmu?," tulis Fahri Hamzah singkat.

Geram atas sindiran yang ditujukan ke anggota DPR Dapil Desa Wadas, Luqman Hakim menyebut Fahri Hamzah sebagai politisi jenggot. Balasan ini juga dilakukan lewat akun Twitter.

Pasalnya, Wakil Ketua Komisi II DPR itu menilai Fahri Hamzah hanya bersuara dari atas, namun tidak pernah terjun langsung ke akar rumput di Desa Wadas.

"Dasar politisi jenggot! Nangkring di atas tak berakar ke bawah," tulis Luqman Hakim lewat Twitternya @LuqmanBeeNKRI, yang dikutip Kamis, 10 Februari.

Tangkapan layar

Luqman mengatakan, represi aparat polisi ke warga Wadas bukan baru saja terjadi kemarin namun ketegangan ini ada sejak 2021. Namun Fahri Hamzah dianggap baru mengetahui sejak kejadian Selasa kemarin.

"Kau kira represi aparat ke warga Wadas baru terjadi kemarin? Ri, April 2021 warga sudah alami represi aparat. Kagetmu kok baru sekarang? Telat banget!," kata Luqman Hakim.

Luqman menegaskan DPR telah lama bersikap atasi ketegangan itu.

"Sudah sejak lama kami bersikap membela hak warga Desa Wadas," katannya.

Diketahui, Luqman merupakan anggota DPR Dapil VI Jawa Tengah.  Sebelumnya dia meminta Polri agar mendengar desakan Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah yang mendesak agar Polisi menghentikan represi kepada warga Wadas.

"Saya minta agar Kapolri menarik seluruh pasukan polisi dari Desa Wadas dan sekitarnya. Ketika rakyat telah menjadi korban, apa pun dalil yang dipakai, pasti tidak bisa diterima akal sehat dan hati nurani," kata Luqman kepada wartawan, Kamis 10 Februari.

Dia pun menyinggung hasil Muktamar NU ke-34 yang menyebut merampas tanah rakyat, hukumnya adalah haram. Karena itu, Luqman mengingatkan, proses pembebasan lahan harus dilakukan dengan cara musyawarah dengan menjamin keuntungan sebesar-besarnya bagi rakyat yang memiliki hak atas tanah.

"Muktamar ke-34 NU memutuskan, haram hukumnya merampas tanah rakyat meskipun untuk dan atas nama kepentingan negara," tegas Luqman.