JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengantisipasi bencana gempa dan tsunami yang sewaktu-waktu dapat menghantam Bandara Ngurah Rai, Bali.
Dalam siaran pers yang diterima Kamis 10 Februari, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati yang didampingi oleh General Manager Bandara Ngurah Rai mengatakan keberadaan Bandara Ngurah Rai ini sangat vital bagi Indonesia, karena merupakan pintu masuk utama bagi para wisatawan dari berbagai negara.
Bali, menurut Dwikorita, merupakan salah satu destinasi wisata andalan Indonesia dan menjadi favorit wisatawan dunia. Selain itu berbagai agenda internasional sering diadakan di pulau tersebut.
"Jarak bandara dengan bibir pantai 0 meter dan ini sangat berpotensi besar tersapu tsunami, jika sewaktu-waktu gempa besar melanda Bali,” ujar Dwikorita.
Sedikitnya ada tiga upaya yang dilakukan BMKG untuk mengantisipasi ancaman bencana tersebut.
Pertama, meningkatkan akurasi pemodelan terkait dengan bahaya Tsunami. Apalagi bandara ini berada di pesisir pantai yang berhadapan dengan sumber gempa berpotensi tsunami atau terjadinya megathrust selatan bali.
Kedua, dengan memasang sistem penerima informasi gempabumi dan tsunami (WRS New Generation) yang akan diintegrasikan ke dalam sistem yang ada di command center Bandara Ngurah Rai. WRS ini memungkinkan masyarakat dan seluruh pengguna bandara mengetahui adanya gempa bumi dan potensi terjadinya tsunami dalam waktu kurang dari 5 menit atau sekitar 2-4 menit.
Ketiga, BMKG akan melakukan upaya edukasi kepada stakeholder dan petugas yang terkait dengan penyelamatan di bandara tersebut, dengan cara melatih serta menyelenggarakan drill atau simulasi evakuasi terkait dengan respon informasi gempa dan tsunami secara cepat dan tepat, untuk upaya penyelamatan di bandara.
“Mitigasi juga harus dilakukan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota setempat untuk semakin meminimalkan dampak kerugian dan korban jiwa. Mengingat di lokasi sekitar bandara juga terdapat banyak kawasan ekonomi dan permukiman penduduk,” kata Dwikorita dikutip dari Antara.
Dwikorita menyebut, realita ini hendaknya menjadi catatan bagi pemerintah dan semua pihak saat hendak membangun infrastruktur, sebab wilayah Indonesia berada di lingkaran cincin api sehingga rawan terjadinya gempa bumi dan tsunami.
Idealnya, kata dia, pembangunan berbagai fasilitas publik diarahkan di wilayah yang aman dari bencana untuk menghindari korban jiwa dan kerugian.
BACA JUGA:
Sementara itu, dalam kunjungannya ke Bandara Ngurah Rai, Dwikorita juga memastikan seluruh peralatan observasi cuaca penunjang keselamatan penerbangan di Ngurah Rai dalam keadaan baik.
Data-data cuaca, seperti kecepatan dan arah angin, curah hujan, tekanan udara, jarak pandang, tinggi dasar awan dan sebagainya yang dikeluarkan BMKG sangat penting dalam membuat rencana penerbangan (flight plan) serta untuk lepas landas pesawat. Data tersebut berperan penting dalam menjamin keselamatan dan kenyamanan penumpang.
Dwikorita meninjau kesiapan alat pengamatan Automated Weather Observing System (AWOS) yang berada di ujung landasan Bandara Ngurah Rai. AWOS tersebut dilengkapi sejumlah sensor seperti sensor suhu dan kelembaban, sensor tekanan, sensor curah hujan, sensor arah dan kecepatan angin, dan sensor radiasi matahari.
“Tidak lama lagi KTT G20 akan dilangsungkan di Bali, Oktober mendatang. BMKG pun telah melakukan berbagai persiapan, karena bandara ini selama penyelenggaraan akan sangat sibuk. Semua alat terus dicek guna memastikan berjalan prima guna menghasilkan data yang akurat, cepat, dan tepat,” ujar dia.