Bagikan:

JAKARTA - Penanganan pandemi COVID-19 beserta dampaknya ke ekonomi membuat pemerintah harus mengeluarkan anggaran yang besar. Karena itu, Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) akan memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara terkait penanganan tersebut.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan, pemerintah secara internal telah mengawasi bahkan mengawal pelaksanaan penanganan pandemi COVID-19 khususnya pemulihan ekonomi nasional dan dampaknya.

Namun, kata Agung, untuk menjamin agar penanganan dan pemulihan ekonomi dilaksanakan dengan tata kelola yang transparan, akuntabel dan efektif dibutuhkan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang bersifat menyeluruh.

Lebih lanjut, Agung mengatakan, dalam 3 bulan terakhir, seluruh auditorat keuangan negara di BPK telah intensif melakukan pengumpulan data dan informasi terkait objek pemeriksaan yang akan dilakukan. BPK juga telah melakukan kajian mendalam terkait jenis tujuan dan program pemeriksaan.

"Skala masalah tata kelola yang dicakup dalam pemeriksaan ini nantinya begitu luas. Sehingga diibaratkan sebagai semesta pemeriksaan atau audit universe. Di mana pemeriksaan ini dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan identifikasi dan penilaian risiko secara mendalam," ujar Agung, dalam video conference, Selasa, 8 September.

Agung menjelaskan, untuk prosedur pemeriksaannya akan dibuat dengan desain menyesuaikan kondisi kedaruratan. Sehingga memungkinkan presiden sebagai kepala negara mendapat informasi secara rutin perkembangan pemeriksaan setiap bulannya.

Menurut Agung, apapun upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah akibat pandemi COVID-19 tidak boleh mengesampingkan prinsip tata kelola yang baik. Transparansi dan akuntabel tetap harus dijalankan meski dalam kondisi pandemi.

"Dalam kondisi apapun kita semua wajib tunduk patuh kepada prinsip perundang-undangan," katanya.

Di samping itu, Agung mengatakan, pihaknya mengapresiasi respons pemerintah dalam menangani pandemi COVID-19. Sejumlah kebijakan diterbitkan untuk menangani masalah kesehatan dan ekonomi. Namun, kata dia, dalam pelaksanaannya sejumlah masalah muncul. Hal ini yang mendasari pemeriksaan yang dilakukan BPK.

"Contoh, di satu sisi secara makro ada indikasi kontraksi atas pengeluaran pemerintah. Padahal saat yang sama pemerintah mendorong pelaksanaan anggaran guna menahan laju perlambatan ekonomi," ucapnya.

Agung mengaku, belum bisa memastikan masalah tersebut terkait tata kelola anggaran atau kompleksitas prosedur. Menurut dia, masalah ini juga bisa disebabkan kapasitas fiskal pemerintah.

"Atau karena pelaksanaan anggaran yang diawali dengan penerbitan DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran)? Atau memang ada masalah terkait kapasitas fiskal yang saat ini dikelola pemerintah? Semuanya hanya bisa dijawab melalui pemeriksaan," katanya.

Permasalahan tata kelola dalam penanganan pandemi, kata Agung, tak hanya soal penganggaran dan pelaksanaan. Pada tahap awal, masalah tata kelola terkait dengan penanganan kesehatan sebagai sentral dari program jaring pengaman sosial. Namun, masalah ini menjadi panjang dan kompleks.

BPK, kata Agung, sangat memahami segala sikap dan kebijakan pemerintah. Namun, BPK tetap harus mengambil sikap terkait risiko yang timbul dalam setiap krisis.

"Bukti empiris menunjukkan bahwa krisis adalah sasaran empuk bagi para penumpang gelap yang melakukan kecurangan dengan memanfaatkan situasi kedaruratan," katanya.