Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo menyoroti tekanan yang dialami industri pers dalam dua tahun terakhir. Di antaranya tekanan pandemi, disrupsi digital, dan berbagai platform raksasa asing yang menggerus potensi ekonomi dan pengaruh media arus utama.

Jokowi memandang, perubahan drastis lanskap persaingan media hingga tekanan-tekanan yang dialami melahirkan berbagai soal pelik. Hal ini ia ungkapkan saat menghadiri puncak peringatan Hari Pers Nasional secara virtual.

"Munculnya sumber-sumber informasi alternatif, tumbuh suburnya tren informasi yang semata-mata mengejar jumlah klik atau views, membanjirinya konten-konten yang hanya mengejar viral, masifnya informasi yang menyesatkan, adu domba, sehingga menibulkan kebingungan dan bahkan perpecahan," kata Jokowi dilihat dalam tayangan Youtube Sekretariat Presiden, Rabu, 9 Februari.

Karena itu, Jokowi meminta adanya penciptaan ekosistem industri pers yang seimbang. "Ekosistem industri pers harus ditata, iklim kompetisi yang lebih seimbang harus terus diciptakan," ucap dia.

Jokowi juga meminta industri media khususnya media arus utama (mainstream) untuk secepatnya bertransformasi, inovatif meningkatkan penggunaan teknologi untuk akselerasi pertumbuhan yang sehat, serta membanjiri kanal platform dengan berita baik dan berkualitas.

"Kita tidak boleh hanya jadi pasar produk teknologi global dan harus secepatnya dibangun platform teknologi inovatif yang membantu masyarakat mendapat informasi berkualitas, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan," ungkap Jokowi.

Puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2022 diselenggarakan di Kendari, Sulawesi Tenggara. Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal S. Depari dalam sambutannya menyampaikan bahwa HPN 2022 menjadi ajang silaturahim dan penyatuan semangat agar pers tetap hidup bagi bangsa, masyarakat dan Negara.

"Pada Puncak HPN 200, para tokoh, pelaku, menggelar konvensi nasional media massa dengan dua topik besar, yakni membangun kedaulatan nasional di tengah gelombang digitalisasi global dan membangun model media massa yang berkelanjutan," kata Atal.