Bagikan:

JAKARTA - Pihak Susi Air mempertimbangkan untuk menempuh jalur hukum setelah diusir paksa dari Bandara Kolonel RA Bessing Malinau oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara. Langkah ini diambil setelah adanya pelanggaran pidana yang dilakukan dalam peristiwa tersebut.

"Kami mempertimbangkan menempuh langkah hukum atas pelanggaran pidana yang dilakukan oleh pejabat atas tindakan sewenang-wenang tersebut," kata kuasa hukum Susi Air, Donal Fariz dalam konferensi pers yang ditayangkan secara daring, Jumat, 4 Februari.

Dia merinci ada potensi pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam pengusiran tersebut. Salah satunya, dilibatkannya Satpol PP dalam proses pemindahan paksa itu.

Menurut Donal, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2010 Satpol PP bertugas untuk menegakkan peraturan daerah dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Sehingga, tidak tepat jika pemindahan barang seperti pesawat dilakukan Satpol PP.

"Yang banyak kita pahami adalah Satpol PP dipakai untuk ketertiban masyarakat oleh kepala daerah kalau ada kasus-kasus pasar-pasar ilegal atau Pedagang-pedagang kaki lima yang berjualan tanpa hak dan tanpa izin, makanya kemudian dianggap mengganggu ketertiban umum dan ketentraman baru itu dilakukan," jelasnya.

"Pesawat Susi Air ini berada di hanggar bukan melanggar ketertiban ketentraman masyarakat sehingga menjadi keliru sekali ketika itu dilakukan oleh Satpol PP," imbuh Donal.

Selain itu, Satpol PP yang saat itu mengeluarkan barang secara paksa dari hanggar bandara juga tidak menunjukkan surat tugas. Padahal, surat ini penting untuk diberikan kepada pihak Susi Air.

"Petugas yang ada tidak menyerahkan atau menunjukkan surat tugas ke bandara maupun kepada Susi Air," ujarnya.

Berikutnya, Donal juga mengatakan ada beberapa aturan yang dilanggar dalam pengusiran tersebut yaitu UU Nomor 1 Tahun 2009.

Dia memerinci pada Pasal 210 perundangan tersebut dijelaskan setiap orang dilarang berada di daerah tertentu di bandar udara, membuat halangan, melakukan kegiatan lain di kawasan keselamatan operasi penerbangan yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan, kecuali memperoleh izin dari otoritas bandara.

Berikutnya, pada pasal 344, setiap orang dilarang melakukan tindakan melawan hukum yang membahayakan keselamatan penerbangan dan angkutan udara berupa menguasai secara tidak sah pesawat udara yang sedang terbang atau yang sedang di darat. Lalu, masuk ke dalam pesawat udara, daerah keamanan terbatas bandar udara, atau wilayah fasilitas aeronautika secara tidak sah.

"Informasi yang kami peroleh tidak ada izin tertulis dari otoritas bandara untuk itu dilakukan," ujarnya.

Sehingga, ada ancaman pidana yang diduga dilanggar dari peristiwa pengusiran itu.

"Apa sanksi pidananya, ada ada ancaman pidana Pasal 210 yang diduga dilanggar tadi atau pasal 344 huruf C, itu kemudian potensi pidana penjara selama 1 tahun kalau berkaitan dengan Pasal 210 dan denda Rp 100 juta. sementara kemudian pasal 344 itu ancamannya 1 tahun dan Rp 500 juta berkaitan dengan denda," pungkasnya.