SURABAYA - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyatakan telah menyiapkan langkah preventif menghadapi gelombang ketiga COVID-19 di Jatim. Ini lantaran kasus COVID-19 secara nasional, tampak meningkat tajam sejak minggu ketiga Januari.
"Kita sudah siapkan rencana (plan) sejak November lalu. Kita lihat bahwa akan terjadi lonjakan kasus pasca libur panjang, sehingga lonjakan kasus diharapkan bisa terantisipasi di Jatim," kata Khofifah, di Surabaya, Jumat, 4 Februari.
Beberapa langkah yang disiapkan Khofifah, di antaranya adalah rutin melakukan optimalisasi Tracing, Testing dan Treatment (3T), penerapan 5M dan percepatan vaksinasi. Menurut dia, situasi covid-19 di Jatim cukup terkendali.
"Alhamdulillah meski secara nasional kasus merangkak naik, situasi di Jatim meski mengalami kenaikan tetapi masih terkendali dan indikator penanganan pandemi masih sesuai standar WHO," ujarnya.
Sementara berdasarkan data Satgas Penanganan Covid-19 Jatim per tanggal 3 Februari 2022, Khofifah menyebut kapasitas testing di Jatim mencapai 4x standar WHO, yakni 160-180 ribu tes PCR per minggunya. Dengan testing yang memadai, prosentase positivity rate di Jatim tercatat 1,72 persen.
"Positivity rate tersebut masih sesuai dengan standar WHO yakni di bawah 5 persen. Sementara kita tahu saat ini positivity rate nasional adalah 8,95 persen," katanya.
Khofifah mengatakan persentase tracing dari kasus positif di Jatim saat ini masih dalam kondisi memadai yakni 15,64. Hal tersebut masih sesuai standar yang ditetapkan Kemenkes yakni 15 orang per 1 kasus. Sedang jika dibandingkan dengan tracing ratio nasional saat ini berada di angka 8,92.
BACA JUGA:
Demikian juga dengan persentase Bed Occupancy Rate (BOR) di Jatim yang masih dalam kategori aman, meski penambahan kasus juga terjadi. Tercatat saat ini BOR Isolasi di Jatim masih berada dalam angka 4,31 persen per minggunya. Sedangkan BOR mingguan nasional sudah merangkak naik di angka 13,85 persen.
"Tentunya terkendalinya indikator epidemiologi ini berkat pengalaman sebelumnya dari Jatim dan kolaborasi yang baik dari seluruh elemen masyarakat," ujarnya.
Khofifah pun berharap terjadinya gelombang omicron yang juga dialami oleh negara-negata besar lainnya, tidak membuat masyarakat kaget dan panik. Di mana gelombang Omicron ini terjadi selama 1-2 bulan di negara-negara besar.
"Oleh karena itu, kita harus bersama-sama (sinergi) dan fokus pada penguatan prokes dan vaksinasi. InsyaAllah kita bisa bisa mencegah kenaikan kasus dan mencegah jatuhnya korban akibat COVID-19. Kita tidak boleh panik dengan terjadinya kenaikan kasus ini," katanya.