JAKARTA - Kantor Staf Presiden (KSP) mengatakan pemerintah menjamin keterlibatan masyarakat sipil dalam pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis, mengatakan pemerintah ingin menghadirkan asas keterbukaan dalam pengembangan substansi RUU TPKS yang melibatkan perspektif dan aspirasi dari masyarakat.
Karena itu, setelah mengadakan konsinyasi selama tiga hari untuk membahas daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU RPKS, pemerintah membuka konsultasi publik bersama masyarakat sipil dan para akademisi.
“Kehadiran rekan-rekan masyarakat sipil yang terlibat secara aktif untuk berkontribusi dalam menyusun substansi RUU TPKS adalah suatu legacy ke depan,” Moeldoko dalam konsultasi publik yang diadakan secara hibrida di Jakarta, Kamis 3 Februari.
Konsultasi publik tersebut dihadiri oleh kementerian/lembaga terkait serta lebih dari 80 perwakilan masyarakat sipil dan akademisi yang tergabung secara langsung dan virtual.
BACA JUGA:
Moeldoko mengatakan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat sangat penting untuk merespon keadaan darurat kekerasan seksual di Indonesia.
Mengutip data Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), sepanjang tahun 2020 hingga Juni 2021 tercatat 301.878 kasus kekerasan terhadap perempuan.
“Kolaborasi semua pihak wajib dalam mendukung dan menyempurnakan RUU TPKS karena kedaruratan kekerasan seksual tidak sekedar angka, melainkan daya rusaknya terhadap fisik dan psikis korban perlu menjadi perhatian serius kita semua,” kata Moeldoko.
Moeldoko menekankan bahwa pemerintah dalam menyusun DIM turut mempertimbangkan garis besar konstruksi hukum pidana Indonesia.
Ia memastikan seluruh kementerian/lembaga terkait sudah mengkaji dan menyisir peraturan perundang-undangan agar RUU TPKS tidak tumpang tindih, dan tidak menjadi repetisi serta berdiri menjadi norma hukum yang baru.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan pemerintah mengupayakan penyusunan DIM yang komprehensif dan optimal.
“Penyusunan DIM yang dapat menjawab persoalan dan kebutuhan masyarakat terkait kekerasan seksual, khususnya terhadap perempuan dan anak, sehingga dalam waktu pembahasan di Panitia Kerja nanti tidak akan mengalami kendala,” kata I Gusti Ayu Bintang Darmawati dalam konsultasi publik tersebut.