Bagikan:

JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) harus menjadi produk hukum paripurna.

Moeldoko mendorong tim gugus Tugas RUU TPKS, dalam menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU TPKS, bisa membaca titik-titik yang perlu disempurnakan dari RUU TPKS.

"Secara substansi harus bisa menjawab seluruh persoalan, baik dari segi pencegahan, perlindungan korban, hingga pengaturan pidananya," tegas Moeldoko, saat membuka konsinyering penyusunan DIM RUU TPKS, di Jakarta, Senin, 31 Januari.

Kantor Staf Presiden menggelar konsinyering terkait penyusunan DIM RUU TPKS, yang melibatkan Kemenkum HAM, KemenPPA, Kemensetneg, Kejagung, Polri, dan sejumlah lembaga terkait.

Konsinyering penyusunan DIM ini dilakukan, setelah Presiden Joko Widodo menerima naskah resmi RUU TPKS dari DPR.

Dalam kesempatan itu, Moeldoko juga berharap Gugus Tugas RUU TPKS segera bergerak untuk melakukan diskusi publik bersama kelompok-kelompok strategis yang suaranya perlu didengar, sebagai bahan dalam penyempurnaan DIM.

“Jangan sampai teriak-teriaknya nanti setelah RUU diundangkan. Lebih baik, kita berdebat 'berdarah-darah' sekarang ketimbang nanti setelah semuanya disahkan,” tegas Moeldoko.

Sebelumnya, dalam sidang paripurna Selasa (18/1), DPR menyetujui RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi RUU inisiatif DPR. RUU usulan inisiatif DPR tersebut, kemudian diserahkan kepada Presiden untuk diterbitkannya Surat Presiden (Surpres).

Sesuai perundang-undangan, Presiden memiliki waktu maksimal 60 hari untuk mengirim surpres ke DPR berikut DIM, terhitung sejak RUU TPKS disetujui menjadi hak inisiatif DPR.