JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memperkirakan penerimaan perpajakan pada tahun ini akan semakin sulit mencapai target yang ada di Perpres Nomor 72 Tahun 2020, yakni Rp1.404,05 triliun. Bahkan, hingga akhir tahun penerimaan perpajakan hanya dapat dicapai Rp1.239 triliun.
Peneliti INDEF Nailul Huda mengatakan, penerimaan pajak yang seret ini sudah terjadi sejak tahun lalu sebelum adanya pandemi COVID-19. Sehingga dengan adanya krisis ini menyebabkan penerimaan pajak makin merosot tajam.
Sejak 2008 lalu penerimaan perpajakan tidak pernah tercapai 100 persen. Pada 2019, realisasi penerimaan hanya 86,5 persen dari target, dengan titik terendah terjadi pada 2015 lalu yang hanya 83 persen.
"Dengan rata-rata 93 persen, maka penerimaan perpajakan di tahun 2020 hanya Rp1.239 triliun. Ini sangat rendah dan bisa memunculkan defisit yang membengkak," katanya, dalam diskusi virtual, Kamis, 3 September.
Menurut Huda, jebloknya penerimaan perpajakan juga dipengaruhi oleh penurunan di industri manufaktur dan perdagangan. Bahkan kedua sektor ini sudah mencatat pertumbuhan penerimaan yang negatif pada 2019, sebelum terjadi pandemi COVID-19.
"Industri pengolahan pada 2019 mencapai minus 4,5 persen di 2020 minus 14,5 persen dengan perdagangan sampai Juli 2020 minus 15,3 persen. Padahal kedua sektor ini menyumbang 80 persen dari penerimaan pajak di Indonesia," tuturnya.
BACA JUGA:
Tak hanya itu, Huda mengatakan, penurunan penerimaan perpajakan juga disebabkan oleh merosotnya rasio perpajakan atau tax ratio. Pada 2019, lalu tax ratio hanya 9,8 persen atau yang terendah dibandingkan dengan data selama 10 tahun terakhir.
Bahkan, Huda menyebut, upaya pemerintah untuk meningkatkan surat pemberitahuan (SPT) pajak tahunan bagi wajib pajak (WP) sia-sia. Sebab, dari tahun ke tahun, pelaporan SPT tidak pernah berhasil mencapai target.
"Kalau dilihat pertumbuhan penerimaan pajak SPT Tahunan atau akhir April pertumbuhan terus menurun walaupun masih positif. Pertumbuhan di 2019 hanya 1,05 persen, data terbaru pertumbuhannya minus. Artinya pelaporan SPT Tahunan yang sering digalakkan DJP enggak selalu efektif," jelas dia.
Ketidakefektifan tersebut, kata Huda, terjadi dikarenakan banyak WP yang sebenarnya sudah tidak aktif. Akibatnya para WP tersebut cenderung tidak melaporkan dan membayar.
"Itu jadi masalah di DJP saat target penerimaan pajak direndahkan tapi WP aktif semakin merosot. Itu jadi pertanyaan," jelasnya.