JAKARTA - Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menilai pernyataan Edy Mulyadi yang menyebut Kalimantan tempat jin buang anak bukan produk jurnalisitik. Kasus dugaan ujaran kebencian yang melibatkan Edy Mulyadi bisa diproses secara pidana umum.
"Edy mulyadi ketika berbicara tempat 'jin buang anak' dan 'harimau jadi meong' adalah pernyataan pribadi bukan sebagai produk jurnalistik. Sehingga tidak dilindungi oleh UU Pers walau Edy Mulyadi mengaku sebagai wartawan," ujar Sugeng kepada VOI, Minggu 30 Januari.
Menurut Sugeng, perlindungan pers atau wartawan yang diatur dalam Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 berlaku terhadap produk jurnalistik yang telah melewati proses redaksional. Tentunya ada penyaringan informasi sesuai kaidah jurnalistik.
"Perbuatannya dapat dimintakan pertanggung jawaban pidana umum pasal 310 atau 311 KUHP atau khsusus pasal 27 (3) dan pasal 28 (2) UU ITE," kata Sugeng.
Karena itu, Sugeng mendorong Polri untuk terus mengusut kasus dugaan ujaran kebencian secara tuntas. Sehingga, kasus ini dapat memberikan kepastian hukum kepada semua pihak.
"IPW mendukung polri proses aduan masyarakat ini dan diajukan kepengadilan untuk adanya kepastian hukum untuk semua pihak," kata Sugeng.
BACA JUGA:
Sebelumnya, tim pengacara Edy Mulyadi memprotes surat pemanggilan pemeriksaan kliennya atas dugaan ujaran kebencian soal Kalimantan tempat jin buang anak tak sesuai ketentuan KUHAP. Selain menegaskan tak ada unsur SARA dalam pernyataan yang viral, pengacara meminta Polri memberlakukan UU Pers.I
“ngat ya, Pak Edy ini seorang wartawan senior. Artinya pemanggilan itu dia bicara itu sebagai wartawan senior, bukan atas nama apa gitu loh. Artinya, kita juga ingin UU Pers diberlakukanlah,” kata tim pengacara Edy Mulyadi Herman Kadir di Bareskrim Mabes Polri.