Bagikan:

JAKARTA - Mantan penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Raden Brotoseno sedang ramai diperbincangkan. Musababnya, Brotoseno dikabarkan dekat dengan penyanyi Tata Janeeta.

Lalu berapa sih harta Brotoseno yang juga mantan penyidik KPK? Berdasarkan laporan harta kekayaan penyelenggaran negara (LHKPN) yang dilihat Kamis, 3 September, hartanya senilai Rp724.400.000. Harta ini dilaporkan Brotoseno pada tahun 2012 ke KPK.

Harta itu terdiri dariharta tidak bergerak yakni tanah dan bangunan seluas 250 m2 di Kota Jakarta Timur senilai Rp525 juta. Tanah ini dari hasil sendiri dan hibah pada tahun 2011.

Harta bergerak berupa mobil Toyota Fortuner tahun 2008 senilai Rp310 juta. Mobil ini berasal ari hasil sendiri dan hibah pada tahun 2011.

Kemudian harta bergerak lainnya senilai Rp21 juta. Terdiri dari logam mulia Rp13 juta; dan benda benda bergerak lainnya Rp8 juta. Keduanya dari hasil sendiri. Sementara giro dan setara kas dari hasil sendiri senilai Rp130 juta. 

Dengan begitu total hartanya senilai Rp986 miliar. Tapi Brotoseno punya utang senilai Rp261.600.000. Sehingga total hartanya senilai Rp724.400.000

Brotoseno yang pernah menikah dengan mantan anggota DPR dari fraksi Partai Demokrat Angelina Sondakh rupanya sudah bebas murni.

"Yang bersangkutan telah bebas bersyarat pada 15 Februari 2020 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor PAS-1052.OK.01.04.06 Tahun 2019 tentang Pembebasan Bersyarat Narapidana serta pidana denda Rp 300 juta subsidair 3 bulan telah habis dijalankan," kata Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Rika Aprianti.

Menurut Rika, Brotoseno telah memenuhi syarat administratif dan substantif untuk mendapatkan hak remisi dan pembebasan bersyarat sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 3 Tahun 2018.

"Selama menjalankan pembebasan bersyarat, yang bersangkutan berada dalam bimbingan Balai Pemasyarakatan Jakarta Timur-Utara sebagai klien pemasyarakatan," tambah Rika.

Berdasarkan catatan yang dimiliki Ditjen PAS, Brotoseno ditahan sejak 18 November 2016 dan divonis pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 14 Juni 2017.

Dalam perkara itu, Brotoseno dinilai terbukti menerima Rp1,9 miliar ditambah 5 tiket pesawat kelas bisnis Yogya-Jakarta senilai Rp10 juta terkait penundaan pemanggilan Dahlan Iskan dalam kasus korupsi cetak sawah.

Mantan penyidik KPK itu terbukti bersalah berdasarkan dakwaan pertama berdasarkan pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Brotoseno sudah mengembalikan uang Rp1,75 miliar kepada Propam Polri dari Rp1,9 miliar yang diterimanya sedangkan uang Rp150 juta ia berikan kepada rekannya penyidik Dittipikor Dedy Setiawan Yunus.

Brotoseno terjerat perkara tersebut karena sedang menyidik dugaan Tindak Pidana Korupsi Cetak Sawah di Ketapang Kalimantan Barat dengan tersangka Asisten Deputi Pembinaan Kemitraan dan Bina Lingkungan Upik Rosalinawasrin dan membutuhkan keterangan mantan menteri BUMN Dahlan Iskan sebagai saksi.

Terkait pemanggilan Dahlan, pengacara Jawa Pos Grup Harris Arthur Hedar meminta untuk mengurus penundaan panggilan pemeriksaan Dahlan karena Dahlan masih di China dan bila Dahlan tidak bersalah agar meminta surat keterangan tidak bersalah.

Harris lalu meminta Direktur Utama PT Jawa Pos National Network Suhendro Baroma untuk menyiapkan biaya operasional sebesar Rp6-7 miliar dan disanggupi.

Dana berasal dari PT Kaltim Elektrik Power dimana Dahlan memiliki saham di sebagian besar perusahaan itu dengan alasan untuk operasional perusahaan antara lain dan untuk membayar jasa pengacara perusahaan Jawa Pos Grup/JPPN.

Brotoseno sebagai penyidik bahkan menjelaskan penanganan perkara cetak sawah, antara lain pemanggilan Dahlan Iskan untuk pemeriksaan oleh penyidik dan ketidakjelasan kehadiran Dahlan padahal selaku penyidik seharusnya memegang rahasia penyidikan, dan saat itu terdakwa juga menyarankan agar dikirim ke kantor surat pemberitahuan Dahlan untuk penundaan pemeriksaan.

Brotoseno mengaku sedang membutuhkan uang miliaran untuk pengobatan orang tuanya yang sakit ginjal.