Penjelasan Kejagung soal Jaksa Agung Imbau Jajarannya Selesaikan Korupsi di Bawah Rp50 Juta dengan Cara Kembalikan Uang Negara
Jaksa Agung ST Burhanuddin/DOK VIA ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Kejaksaan Agung memberikan penjelasan ikhwal pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin mengenai kasus korupsi di bawah Rp50 juta diselesaikan dengan cara pengembalian uang kerugian negara. 

Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak menjelaskan kronologi hingga Jaksa Agung menjelaskan soal penanganan korupsi di bawah Rp50 juta dapat diselesaikan dengan cara pengembalian uang negara.

Pernyataan Jaksa Agung Burhanuddin itu disebut Kejagung merespons berbagai pendapat dari anggota Komisi III DPR dalam rapat kerja bersama Kejagung pada Senin 17 Januari. Ada anggota DPR yang mengulas soal kasus korupsi dengan nilai kerugian Rp1 juta hingga soal penyelewengan dana desa jutaan rupiah.

Untuk perkara korupsi di bawah Rp50 juta, Kejagung disebut Kapuspenkum sudah memberikan imbauan kepada jajarannya untuk menyelesaikan dengan cara pengembalian kerugian keuangan negara sebagai upaya pelaksanaan proses hukum secara cepat, sederhana dan biaya ringan.

“Ada pun penjelasan di atas, merupakan respons Bapak Jaksa Agung RI dan imbauan yang sifatnya umum untuk menjadi pemikiran bersama dan diperoleh solusi yang tepat dalam penindakan tindak pidana korupsi yang menyentuh baik pelaku dan masyarakat di level akar rumput, yang secara umum dilakukan karena ketidaktahuan atau tidak ada kesengajaan untuk menggarong uang negara, dan nilai kerugian keuangan negaranya pun relatif kecil,” papar Kapuspenkum dalam keterangan tertulis, Jumat, 28 Januari.

Dicontohan soal kepala desa tanpa pelatihan yang mengelola dana desa Rp1 miliar untuk pembangunan desanya. 

“Hal ini tentunya akan melukai keadilan masyarakat, apabila dilakukan penindakan tindak pidana korupsi padahal hanya sifatnya kesalahan administrasi (misalnya kelebihan membayar kepada para tukang atau pembantu tukang dalam pelaksanaan pembangunan di desanya dan nilainya relatif kecil serta Kepala Desa tersebut sama sekali tidak menikmati uang-uang tersebut),” kata Leonard.

Contoh lainnya disebutkan Kapuspenkum yakni seorang bendahara gaji membuat nilai gaji yang lebih besar dari yang seharusnya diterima oleh beberapa pegawai di suatu instansi pemerintah. 

“Ini pun suatu maladministrasi, yang akan melukai keadilan masyarakat, jika kasus-kasus tersebut ditangani dengan menggunakan instrumen Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,” kata Kapuspenkum. 

Karenanya Jaksa Agung mengimbau untuk dijadikan renungan bersama penegakan hukum tindak pidana korupsi pun harus mengutamakan nilai keadilan yang substantif selain kemanfaatan hukum dan kepastian hukum. 

Upaya preventif pendampingan dan pembinaan terhadap Kepala Desa oleh jajaran Kejaksaan atau inspektorat kabupaten/kota, menjadi hal yang sangat penting dan prioritas. 

Selain itu, upaya penyadaran kepada pelaku untuk secara sukarela mengembalikan kerugian keuangan negara yang timbul akibat perbuatannya merupakan hal-hal yang meringankan apabila pengembalian kerugian keuangan negara dilakukan pada tahap penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di persidangan. 

“Imbauan Jaksa Agung RI bukanlah untuk impunitas pelaku tindak pidana korupsi dengan kerugian keuangan negara yang relatif kecil, tetapi wacana itu dibuka untuk dibahas ke publik agar penindakan tindak pidana korupsi pun berdasarkan pemikiran yang jernih atas hakikat penegakan hukum itu sendiri, yaitu pemulihan pada keadaan semula,” tegas Kapuspenkum Kejagung.