Eks Dirjen Keuangan Daerah Jadi Tersangka Suap Dana PEN, Kemendagri: Tindakan Oknum yang Bersifat Individual
Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Keuangan Daerah, Ardian Noervianto/DOK VOI - Wardhany Tsa Tsia

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menghormati proses hukum yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Keuangan Daerah, Ardian Noervianto.

Hal ini disampaikan untuk menanggapi penetapan Ardian sebagai tersangka penerima suap pengurusan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah pada Kamis, 27 Januari kemarin.

"Kemendagri menghormati setiap proses penegakan hukum yang sedang dilakukan dengan tetap menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah," kata Staf Khusus Mendagri Bidang Politik dan Media, Kastorius Sinaga dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 28 Januari.

Kastorius bahkan menyebut tindakan yang dilakukan Ardian dengan meminta uang kompensasi sebesar tiga persen dalam upaya pengurusan dana pinjaman itu bersifat individual.

"Perihal yang terjadi dengan dugaan tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh mantan pejabat Kemendagri merupakan tindakan oknum yang bersifat individual," tegasnya.

Dia juga menegaskan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian selama ini selalu berkomitmen mencegah korupsi di kementeriannya. Bahkan, setiap menggelar rapat, eks Kapolri itu disebut selalu mengingatkan anak buahnya untuk bekerja sesuai aturan perundang-undangan.

Meski begitu, Kemendagri akan melakukan evaluasi menyeluruh pasca ditetapkannya Ardian sebagai tersangka. Tak hanya itu, pengawasan terhadap jajaran di kementerian tersebut akan makin ditingkatkan.

"Kemendagri mengambil hikmah dan menjadikan peristiwa ini sebagai momentum untuk melakukan evaluasi menyeluruh dan terus meningkatan upaya pengawasan dan pembinaan kelembagaan dan sumber daya aparatur," ungkap Kastorius.

Diberitakan sebelumnya, Ardian ditetapkan bersama dua orang tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar.

Kasus ini bermula setelah Ardian sebagai Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri meminta kompensasi tiga persen untuk mengawal dan mendukung pinjaman dana PEN Daerah yang diajukan oleh Andi Merya.

Dengan posisi itu, Ardian memiliki tugas dan wewenang melaksanakan salah satu bentuk investasi pemerintah, yaitu pinjaman dana PEN dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pinjaman ini diberikan melalui PT Sarana Multi Infrastruktur sesuai dengan kebutuhan daerah.

Melihat kondisi ini, Andi Merya sebagai Bupati Kolaka Timur menghubungi Laode M Syukur agar dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN untuk daerah yang dipimpinnya. Selanjutnya pada Mei 2021, Andi akhirnya bertemu dengan Ardian dan mengajukan peminjaman sebesar Rp350 miliar.

Selanjutnya, disepakati adanya pemberian kompensasi berupa uang sebesar tiga persen secara bertahap dari pengajuan pinjaman. Kesepakatan ini selanjutnya dipenuhi Andi dengan mengirimkan uang sebesar Rp2 miliar ke rekening bank milik Laode M Syukur. Uang tersebut baru tahapan awal.

Dari uang tersebut, kemudian terjadi pembagian dengan rincian Ardian menerima 131 ribu dolar Singapura atau setara Rp1,5 miliar dan Laode M Syukur mendapat bagian Rp500 juta. Transaksi ini dilakukan di rumah pribadi Ardian di Jakarta.