JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengapresiasi penandatangan perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura. Dia bilang, perjanjian ini akan membantu lembaganya merampungkan kasus rasuah yang terkendala.
"Bagi KPK kami menyambut gembira karena akan membuka kesempatan yang lebih erat, lebih kuat, dengan kerja sama dengan Singapura terkait dengan penyelesaian-penyelesaian, perkara-perkara yang memang menjadi perhatian kita," kata Firli kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 26 Januari.
Eks Deputi Penindakan KPK ini mengatakan pihaknya segera mengimplementasikan perjanjian tersebut, termasuk memanggil pihak-pihak yang terkait dalam kasus korupsi di Singapura.
Salah satunya, memanggil Direktur PT Sandipala Arthapura, Paulus Tanos yang merupakan terangka dalam kasus megakorupsi proyek pengadaan e-KTP.
"Yang jelas adalah kita menyambut baik adanya perjanjian ekstradisi dan perjanjian ini akan lebih bermakna apabila segera kita implementasikan," tegasnya.
"(Paulus Tanos, red) saya sudah bilang tadi, semua akan kita tindaklanjuti," imbuhnya.
Sebagai informasi, KPK sudah beberapa kali memanggil Paulus sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP. Hanya saja, dia tidak pernah hadir karena saat ini tinggal di Singapura.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, penandatanganan perjanjian ekstradisi antara Indonesia-Singapura dilaksanakan pada Selasa, 25 Januari. Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan perjanjian ekstradisi antara Indonesia-Singapura akan menggetarkan pelaku tindak pidana.
Penyebabnya, tiap orang yang ditemukan berada di salah satu wilayah negara dapat diminta dan dicari oleh negara peminta untuk kemudian menjalani masa penuntutan atau persidangan dalam urusan pelaksanaan hukuman untuk tindak pidana. Adapun perjanjian ini sudah diupayakan Indonesia sejak 1998.
"Perjanjian ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura," kata Yasonna dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa, 25 Januari.
Yasonna juga mengatakan perjanjian ini akan membuat ruang gerak gerak bagi pelaku tindak pidana dari Tanah Air melarikan diri makin sempit.
Apalagi, saat ini Indonesia telah memiliki perjanjian dengan negara lainnya yaitu Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Australia, Republik Korea, Republik Rakyat Tiongkok, dan Hong Kong SAR.