Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah mengapresiasi keberhasilan Pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam diplomasi luar negeri dan memperjuangkan perjanjian ekstradisi dengan Singapura.

Dia berharap perjanjian tersebut dapat mengekstradisi para buron asal Indonesia yang melakukan tindak pidana korupsi, pencucian uang, penyuapan, kasus perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan aktivitas lintas negara yang terkait dengan terorisme.

"Saya mengapresiasi keberhasilan perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura, terutama perjanjian tersebut berlaku surut hingga 18 tahun ke belakang, terhitung tanggal diundangkannya," kata Basarah dalam keterangannya di Jakarta, Rabu 26 Januari.

Menurut dia, prinsip berlaku surut tersebut artinya meskipun para koruptor sudah berganti kewarganegaraan, tetap bisa dipulangkan ke Indonesia tergantung kapan kejahatan itu dilakukan.

Basarah mengatakan perjanjian ekstradisi tersebut menegaskan komitmen Presiden Jokowi telah memenuhi janji kampanyenya lewat keberhasilan kerja diplomatik dan memenuhi "dahaga" semua pihak yang selama ini marah melihat para koruptor "ongkang-ongkang kaki" di negeri tetangga tanpa bisa dijangkau.

Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa 25 januari, menyaksikan penandatanganan Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura dan penandatanganan 15 dokumen kerja sama strategis di bidang politik, hukum, keamanan, ekonomi, dan sosial-budaya, termasuk persetujuan tentang penyesuaian "Flight Information Region"(FIR).

Selain itu, menyaksikan Pernyataan Bersama Menteri Pertahanan Indonesia dan Singapura tentang Kesepakatan untuk memberlakukan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan 2007 (Joint Statement MINDEF DCA).

Basarah menilai semua keberhasilan Presiden Jokowi tersebut layak diapresiasi karena perjanjian ekstradisi dengan Singapura sudah mangkrak sejak kali pertama diupayakan pada 1998, namun berhasil diperjuangkan di era Presiden Jokowi.

"Sejumlah keberhasilan diplomasi politik luar negeri itu telah mengangkat harkat dan martabat bangsa, sekaligus mengembalikan kepercayaan dunia internasional pada Indonesia," ujarnya.

Dia mencatat diplomasi politik luar negeri Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi mencakup penguatan diplomasi ekonomi, diplomasi perlindungan, diplomasi kedaulatan dan kebangsaan, peningkatan kontribusi dan kepemimpinan Indonesia di kawasan dan dunia, serta penguatan infrastruktur diplomasi oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

Basarah mencontohkan pada tahun 2020 Indonesia menempati kursi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB serta menjadi Ketua Kebijakan Luar Negeri dan Kesehatan Global (FPGH).

"Setahun kemudian (2021-2022), Indonesia menjadi anggota Dewan HAM PBB serta memegang posisi bergengsi Presidensi Group of Twenty (G20) per 1 Desember 2021. Puncak prestasi diraih Indonesia yang pada 2023 akan menjadi Ketua ASEAN dan Ketua G20 serta menjadi koordinator dialog kemitraan dengan AS untuk periode 2021-2024," ucapnya.

Selain itu, menurut dia, selama 2021, Indonesia turut berkontribusi melakukan diplomasi memperkokoh kedaulatan wilayah NKRI yaitu 17 perundingan perbatasan dilakukan dengan negara-negara tetangga. Dia mengatakan pada tahun 2021 Indonesia berjuang mendorong kesetaraan akses vaksin global.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly menandatangani perjanjian ekstradisi antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Singapura guna mencegah praktik korupsi lintas batas negara.

"Perjanjian ini bermanfaat untuk mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara, seperti korupsi, narkotika, dan terorisme," kata Menkumham Yasonna H Laoly melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa 25 Januari.

Yasonna mengatakan perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif (berlaku surut terhitung tanggal diundangkan) selama 18 tahun ke belakang.

Hal tersebut sesuai dengan ketentuan maksimal kadaluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.