Teras Narang Minta Masyarakat Tenang dan Taat Hukum Sikapi Edy Mulyadi yang Diduga Hina Kalimantan
Ketua Majelis Pertimbangan Masyarakat Adat Dayak Nasional (MADN) Agustin Teras Narang/FOTO VIA ANTARA

Bagikan:

PALANGKA RAYA - Ketua Majelis Pertimbangan Masyarakat Adat Dayak Nasional (MADN) Agustin Teras Narang mengajak sekaligus meminta masyarakat di Pulau Kalimantan tetap tenang dan arif dalam menyikapi pernyataan Edy Mulyadi yang diduga menghina serta merendahkan hutan maupun masyarakat Kalimantan. 

Edy Mulyadi kini bakal berhadapan dengan proses hukum atas kasus dugaan ujaran kebencian karena menyebut Kalimantan—lokasi Ibu Kota Negara baru—sebagai tempat jin buang anak.

"Masyarakat Kalimantan yang sangat taat hukum tentunya perlu menjaga situasi kondusif dan menghormati seluruh proses hukum terhadap dugaan penghinaan tersebut,” kata Teras Narang dikutip Antara, Selasa, 25 Januari.

"Begitu pun, kita berharap agar penegak hukum menindaklanjuti laporan masyarakat sesuai prosedur yang berlaku, menuntaskan penyelidikan dan penyidikan, hingga proses selanjutnya menurut ketentuan hukum yang berlaku," sambungnya.

Mantan Presiden MADN itu juga berharap, seluruh pihak bersikap arif dalam menyampaikan pernyataan sentimentil, meski memiliki perbedaan kepentingan politik. Momen ini juga disebut Teras Narang harus jadi pembelajaran bagi semua pihak untuk tidak menganggap sepele kehidupan masyarakat Indonesia yang beragam.

Terlebih, lanjut Teras Narang, bagi masyarakat adat Dayak yang sudah dari dulu bermukim, membangun peradaban, serta memelihara kehidupan harmonis dengan alam di hutan.

"Kekayaan sumber daya alam hutan Kalimantan, tak hanya menghidupi masyarakat adat Dayak, tapi juga menggerakkan pembangunan negara ini, bahkan dunia," tegas Gubernur Kalimantan Tengah periode 2005-2015 itu.

Menurut Anggota DPD itu, kekayaan alam batu bara hingga migas dari hutan Kalimantan telah menggerakkan perekonomian, sekaligus berkontribusi pada tersedianya oksigen bagi kehidupan planet bumi. Untuk itu, tak heran Kalimantan juga disebut sebagai paru-paru dunia.

Karena itu, Teras Narang mengajak semua pihak, agar tidak memandang remeh hutan. Terlebih di Indonesia banyak masyarakat adat lainnya yang bergantung hidup dan kebudayaannya dari hutan. Dengan begitu, semoga perdebatan terkait Ibu Kota Nusantara, tidak menghilangkan nalar serta adab dalam berdialektika.

"Mari rawat demokrasi tanpa memicu friksi, terlebih dalam situasi bangsa yang masih memiliki banyak tantangan karena pandemi," ujar Teras Narang.