Ada Polisi saat Pengeroyokan Wiyanto Halim di Pulogadung, Tapi Mengaku Kewalahan saat Melerai Aksi Massa
Lima orang tersangka pengeroyokan Wiyanto Halim, lansia yang tewas dikeroyok massa karena dituduh curi mobil di Pulogadung/ Foto: Rizky Sulistio/ VOI

Bagikan:

JAKARTA - Ketua IPW (Indonesia Police Watch) Sugeng Teguh Santo mempertanyakan pengamanan yang dilakukan anggota kepolisian di lokasi pengeroyokan Wiyanto Halim, lansia yang tewas dikeroyok massa karena dituduh curi mobil di Jalan Pulo Kambing, Pulogadung, Jakarta Timur.

Menurut Sugeng, yang menjadi fokus adalah harus adanya tindakan pengamanan oleh Patko walau kalah jumlah massa. Sugeng juga mengatakan, anggota di lokasi kejadian seharusnya mengambil tindakan tegas untuk melerai aksi pengeroyokan sesuai dengan prosedur yang dimiliki.

"Apakah prosedur standar pengamanan termasuk penggunaan senjata oleh polisi diterapkan, itu yang harus menjadi fokus pemeriksaan. Patko harus diperiksa oleh propam apakah ada pelanggaran disiplin di sana karena tidak bisa mencegah pengeroyokan sehingga menyebabkan nyawa orang hilang," tutur Sugeng.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan membenarkan ada anggota kepolisian saat peristiwa pengeroyokan terjadi. Dua anggota dari tim patroli Polres Metro Jakarta Timur. Namun, kata Endra Zulpan, pihaknya mengaku kewalahan saat berusaha menghalau massa.

"Tapi karena jumlah massa yang banyak, lebih banyak dari anggota. Anggota cuma satu mobil yang melakukan pengejaran dari belakang untuk melerai ini," kata Endra Zulpan di Mapolres Jakarta Timur, Selasa, 25 Januari.

Endra menambahkan bahwa tim patroli yang menaiki satu mobil Patroli Komando (Patko) tersebut sudah mencoba menghalau massa saat kejadian, Minggu 23 Januari, pukul 02.00 WIB.

Namun, karena jumlah anggota Patko Polres Metro Jakarta Timur tidak sebanding dengan banyaknya massa akhirnya tak dapat mencegah mereka merusak mobil Toyota Rush berpelat B 1859 SYL tersebut.

"Karena situasi yang tidak terkendali dan juga massa yang banyak. Dengan situasi emosional yang tidak terkendali karena mereka terprovokasi ini terjadilah tindak pidana kekerasan," ujar Zulpan.

Meski mengakui kewalahan, Zulpan mengatakan anggota Patko Polres Metro Jakarta Timur sudah bertindak seusai prosedur operasional standar (standar operasional prosedur/SOP) saat mencoba menghalau massa.

Dia menyebut sebelum Wiyanto dikeroyok, anggota Patko Polres Metro Jakarta Timur sempat mengeluarkan tembakan peringatan gas air mata.

"Tentunya ini jadi pembelajaran buat kita juga. Bahwa dampak daripada main hakim sendiri ini mengakibatkan meninggalnya seseorang, itu yang pertama," kata Zulpan.