Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura, KPK: Tak Hanya Mudahkan Pemulangan Tersangka Tapi Juga <i>Asset Recovery</i>
ILUSTRASI DOK VOI

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi penandatanganan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura. Dengan adanya perjanjian ini, pemulangan tersangka kasus korupsi yang ada di negara itu dan upaya pengembalian aset atau asset recovery akan lebih mudah dilakukan.

Apalagi, aset milik para tersangka terutama dalam kasus korupsi kerap kali disembunyikan di luar negeri termasuk Singapura.

"Perjanjian ekstradisi tentunya tidak hanya mempermudah proses penangkapan dan pemulangan tersangka korupsi yang melarikan diri atau berdomisili di negara lain, namun nantinya juga akan berimbas positif terhadap upaya optimalisasi asset recovery," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Selasa, 25 Januari.

KPK menganggap perjanjian ini akan menjadi akselerasi upaya memberantas korupsi di Indonesia. Karena Indonesia dan Singapura kini saling mendukung dalam upaya penegakan hukum.

"Melalui regulasi ini artinya seluruh instrumen yang dimiliki kedua negara akan memberikan dukungan penuh terhadap upaya ekstradisi dalam kerangka penegakkan hukum kedua negara, termasuk dalam konteks pemberantasan tindak pidana korupsi," ungkap Ali.

"Sehingga, perjanjian ekstradisi ini menjadi sebuah tonggak langkah maju pemberantasan korupsi, tidak hanya bagi Indonesia namun juga bagi pemberantasan korupsi pada skala global," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly menandatangani Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura, di Bintan, Kepulauan Riau. Perjanjian itu bermanfaat untuk mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi, narkotika, dan terorisme.

Yasonna menjelaskan, Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif (berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya) selama 18 tahun ke belakang. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan maksimal daluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.

“Perjanjian Ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura," ungkap Guru Besar Ilmu Kriminologi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian tersebut, Selasa 25 Januari.

Jenis-jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi menurut Perjanjian Ekstradisi ini berjumlah 31 jenis. Mulai dari korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.