JAKARTA - Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI menggeledah kantor Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut) DKI terkait kasus dugaan korupsi pengadaan lahan atau mafia tanah di Cipayung pada tahun 2018.
Ketua Fraksi PIDP DPRD DKI Gembong Warsono menilai dugaan korupsi tersebut bisa terjadi akibat pengawasan yang lemah oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Bahkan, menurut Gembong, seharusnya Inspektorat Provinsi DKI Jakarta sudah bisa memantau potensi kerugian negara dalam pengadaan program Pemprov DKI sebelum penanganan kasus dilakukan Kejaksaan Tinggi DKI.
"Hal ini bisa terjadi karena pengawasan yang lemah, sehingga memberi ruang untuk melakukan penyalahgunaan wewenang. Lalu, harusnya ini lebih dulu diendus inspektorat," kata Gembong saat dihubungi, Sabtu, 22 Januari.
Gembong mengaku pihaknya mendukung langkah-langkah yang dilakukan Kejati untuk mencegah kebocoran anggaran dan mengusut dugaan korupsi pembebasan tanah taman hutan, makam dan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di wilayah Jakarta Timur tersebut.
"Karena itu sudah masuk penyelidikan, ya kita serahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum, dalam hal ini Kejati," ucap dia.
Sebelumnya, Kejati DKI menggeledah kantor Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta. Penggeledahan itu berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan di kawasan Cakung, Jakarta Timur pada 2018.
"Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah melakukan tindakan penggeledahan di kantor Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta pada Kamis, 20 Januari, untuk mencari dan mengumpulkan bukti serta melakukan penyitaan," ujar Kasipenkum Kejati DKI Jakarta Ashari Syam.
BACA JUGA:
Berdasarkan hasil penyidikan, ditemukan fakta Dinas Kehutanan DKI Jakarta memiliki dana sekitar Rp326 triliun yang bersumber dari APBD untuk belanja modal tanah pada periode 2018.
Uang itu dimanfaatkan untuk pembebasan tanah taman hutan, makam dan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di wilayah Jakarta Timur.
"Bahwa sesuai dengan fakta penyidikan, pada tahun 2018 Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta memiliki anggaran untuk Belanja Modal Tanah sebesar Rp326.972.478.000," kata Ashari.
Tetapi dalam pelaksanaannya Dinas Kehutanan DKI Jakarta diduga kesalahan dalam proses pembebasan lahan. Di mana, ketika menentukan harga beli tidak berdasar dengan harga aset identik. Hal ini tidak sesuai metode perbandingan data pasar berdasarkan Standar Penilai Indonesia 106 (SPI 106).
"Diduga ada kemahalan harga yang dibayarkan sehingga merugikan negara cq Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kurang lebih sebesar Rp26.719.343.153," tutur Ashari.