Bagikan:

JAKARTA - Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menyebut saat ini kapasitas ruang intensive care unit (ICU) khusus COVID-19 di rumah sakit rujukan di Jakarta kian menipis.

Saat ini, keterpakaian tempat tidur di ruang ICU sudah mencapai 77 persen, dari total 483 tempat tidur. Angka ini hampir mencapai batas kerawanan keterpakaian tempat tidur yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 80 persen.

"Angka keterpakaian tempat tidur di ICU yaitu 77 persen. Kondisi ini tidak ideal," kata Wiku di Graha BNPB, Jakarta Timur, Senin, 31 Agustus.

Dari kekhawatiran ini, Wiku menyebut pemerintah sedang mendorong penurunan angka keterpakaian tempat tidur agar bisa dikendalikan di bawah angka 60 persen. 

Cara yang akan dilakukan adalah pemindahan pasien yang dirawat di RS rujukan dengan kriteria sedang dan ringan. Sehingga, kata dia, beban untuk tenaga kesehatan di 67 rumah sakit rujukan COVID-19 di DKI tersebut bisa berkurang.

"Upaya yang dilakukan adalah optimalkan Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet. Pasien-pasien dengan kriteria sedang dan ringan bisa dipindahkan dari rumah sakit rujukan covid yang ada di DKI ke Wisma Atlet," jelas Wiku.

Selain ruang ICU, kapasitas tempat tidur isolasi pasien COVID-19 di rumah sakit rujukan semakin menipis. Saat ini, kapasitas tempat tidur sudah terpakai 70 persen dari total 4.456 tempat tidur yang disediakan. Padahal, keterisian tempat tidur sepekan lalu masih 67 persen.

Itu artinya, DKI hanya tinggal memiliki 10 persen dari ambang batas kerawanan (okupansi) kapasitas tempat tidur RS khusus COVID-19 yang ditetapkan WHO sebesar 80 persen.

"Kapasitas ruang isolasi RS kita sekarang hampir 70 persen. Memang kondisi saat ini lebih meningkat dibandingkan bulan lalu," kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Widyastuti.

Kata Widyastuti, meningkatnya kapasitas tempat tidur pasien COVID-19 disebabkan upaya pelacakan kontak (tracing) yang semakin masif. 

Dalam sepekan terakhir, Pemprov DKI sudah melakukan tes PCR kepada 45.866 orang. Angka ini berada 4 kali lipat dari target WHO setiap pekan, di mana Jakarta harus melakukan tes minimal 10.645 per minggu.

"Poinnya, kita tetap meningkatkan kapasitas testing untuk memastikan bagaimana warga mengetahui statusnya. Dimulai kasus terkonfirmasi, kita tracing. Dari hasil tracing tadi, kita mengetahui bagaimana pola penyebarannya," ucap Widyastuti.