JAKARTA - Unjuk rasa menuntut pemangkasan anggaran untuk lembaga kepolisian semakin meluas di Kanada. Di sana, pengunjuk rasa bahkan merobohkan patung Perdana Menteri (PM) pertama, John A. Macdonald yang dikenal rasis pada Sabtu, 29 Agustus.
Dalam aksi tersebut, sekelompok pengunjuk rasa tampak memanjat patung Macdonald dan merobohkan patung tersebut sampai kepalanya lepas. Hal itu bahkan dapat disaksikan oleh orang sedunia dari sederet video yang diunduh oleh peserta aksi di media sosial.
Organized black bloc militants have toppled the statue of Canada’s first prime minister, John Macdonald, in Montreal. They used umbrellas & sheets to shield their criminal comrades. The statue’s head broke off as it crashed to the ground. #BLM pic.twitter.com/ViarNxmJbh
— Andy Ngô (@MrAndyNgo) August 29, 2020
Insiden perobohan patung justru menuai kecaman dari para pemimpin politik. Kepala pemerintahan Quebec, Francois Legault dalam kicauannya di Twitter mengkritik. Katanya, merobohkan patung bukan sebuah solusi.
"Apapun yang orang pikirkan tentang John A. Macdonald, menghancurkan sebuah patung dengan cara itu tidak dapat diterima. Kita harus melawan rasisme. Tetapi menghancurkan bagian dari sejarah kita bukanlah solusinya," ungkap Legault dikutip Reuters.
Quoique l’on puisse penser de John A. MacDonald, détruire un monument ainsi est inacceptable.
Il faut combattre le racisme, mais saccager des pans de notre histoire n’est pas la solution.
Le vandalisme n’a pas sa place dans notre démocratie et la statue doit être restaurée.
— François Legault (@francoislegault) August 29, 2020
Tak hanya, Legault, pemimpin oposisi dari Partai Konservatif Kanada, Erin O’Toole juga angkat bicara. “Kami tidak akan membangun masa depan yang lebih baik dengan merusak masa lalu."
Keinginan pengunjuk rasa agar pemerintah memangkas anggaran kepolisian bukan tanpa alasan. Rentetan kejadian kekerasan melibatkan polisi yang diawali oleh Kematian kulit hitam George Floyd, oleh polisi Minneapolis, Amerika Serikat (AS), dan yang terbaru penembakan Jacob Blake menjadi pemicunya.
Apalagi, dalam bulan Juni lalu, warga Montreal telah dihebohkan oleh sebuah video penangkapan paksa seorang pemimpin adat Kanada. Lewat kejadian itu, mereka semakin bertanya-tanya terkait kebrutalan polisi dalam melanggengkan rasisme.