Bagikan:

JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 1.928 bencana yang terjadi di Indonesia pada periode 1 Januari hingga 30 Agustus.

Rinciannya, ada gempa bumi yang terjadi 12 kali, erupsi gunung api 5 kali, kebakaran hutan dan lahan 256 kali, kekeringan 16 kali, banjir 726 kali, tanah longsor 367 kali, puting beliung 521 kali, serta gelombang pasang dan abrasi 24 kali.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Raditya Jati menyebut, selain bencana alam, Indonesia juga mengalami bencana nonalam, yakni pandemi COVID-19 yang baru terjadi satu kali dan masih berlangsung.  

"Hampir seluruh bencana atau 99 persen bencana terjadi dipicu oleh hidrometeorologi. Bencana ini merupakan dampak dari fenomena seperti angin kencang, hujan lebat, dan gelombang tinggi," kata Raditya dalam diskusi virtual, Senin, 31 Agustus.

Adapun dampak bencana alam pada periode 1 Januari hingga 30 Agustus mengakibatkan 3,8 juta orang menderita dan mengungsi, 266 orang meninggal dunia, 24 orang hilang, dan 421 orang luka-luka.

"Sementara, dampak yang terjadi adalah kerusakan pada 18.174 unit rumah rusak, 345 fasilitas pendidikan, 409 fasilitas peribadatan dan 35 fasilitas kesehatan," tutur Raditya.

Lebih lanjut, Raditya menyebut kejadian bencana yang paling banyak terjadi yaitu di Pulau Jawa. Jumlah korban bencna di Pulau Jawa Pulau Jawa juga paling tinggi. Mengingat, Pulau Jawa dihuni oleh penduduk yang cukup banyak.

"Oleh sebab itu, kerentanan atau risiko bencana di Pulau Jawa lebih tinggi dibanding wilayah yang masih alami atau berpenduduk sedikit," jelas dia.

Sebaran bencana per kabupaten/kota. Terdapat lima kabupaten/kota yang cukup relatif tertinggi mengalami bencana. Lima kabupaten/kota tersebut adalah Bogor, Cilacap, Sumedang, Serang, dan Semarang.

Kemudian, jika dibandingkan dengan tahun 2019, ada penurunan kejadian bencana serta dampak yang ditimbulkan Ada penurunan 27 persen untuk kejadian bencana, 43 persen korban meninggal dan hilang, 74 persen korban luka-luka, 25 persen menderita dan mengungsi, dan 22 persen rumah yang rusak.

Raditya melanjutkan, kemampuan atau kapasitas masyarakat terkait penanggulangan bencana sudah mulai meningkat. Serta meningkatnya dukungan infrastruktur dan tata ruang yang membuat lingkungan lebih baik.

"Upaya-upaya itu harus dilakukan untuk mengantisipasi atau menghindari risiko yang lebih tinggi lagi sebelum terjadi suatu kejadian bencana. Yang terpenting, bagaimana kita bisa mengelola risiko sebelun terjadinya bencana," sebutnya.