Bagikan:

MALANG - Pengamat Politik Universitas Brawijaya Malang Wawan Sobari menilai bahwa masih ada pekerjaan rumah besar setelah RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) disetujui untuk menjadi RUU inisiatif DPR.

Wawan mengatakan bahwa persetujuan RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR bisa dilihat sebagai wadah atau aturan yang menyatakan bahwa tindak pidana kekerasan seksual itu sudah didefinisikan secara jelas.

"Jadi sebenarnya bahwa ini satu langkah, oke. Tapi PR besar lainnya adalah bagaimana melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang kategori TPKS," kata Wawan kepada dikutip Antara.

Wawan menjelaskan, persetujuan RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR tersebut dipercepat karena munculnya berbagai kasus kekerasan seksual di tengah masyarakat, terutama kasus-kasus yang terjadi di lembaga pendidikan.

Ia menambahkan, sosialisasi RUU TPKS tersebut harus dilakukan terutama terkait dengan kriteria-kriteria tertentu yang ada. Jika sosialisasi tersebut tidak dilakukan, maka RUU TPKS itu menjadi tidak bermakna.

"Itu PR besar dan harus tersampaikan kepada masyarakat. Jangan sampai karena ketidaktahuan, ini menjadi tidak ada maknanya," ucapnya.

Selain itu, lanjutnya, RUU TPKS juga harus tersinkronisasi dengan undang-undang lain yang memicu munculnya tindak pidana kekerasan seksual. Salah satu UU yang harus tersinkronisasi dengan TPKS ada UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Jadi, misal, nanti implementasi UU ini akan terkait dengan UU yang lain seperti UU ITE, terutama soal konten-konten pornografi yang memicu adanya tindak pidana kekerasan seksual," ujarnya,

Rapat Paripurna DPR RI KE-13 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022 menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) TPKS menjadi RUU inisiatif DPR. Rapat paripurna tersebut juga mendengarkan pendapat dari sembilan perwakilan fraksi DPR.

Dari sembilan fraksi di DPR, hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tidak menyetujui RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR. Hal itu dikarenakan RUU dinilai tidak memasukkan secara komprehensif memasukkan seluruh tindak pidana kesusilaan yang meliputi kekerasan seksual, perzinahan dan penyimpangan seksual.