JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bakal mempertimbangkan usulan Komnas Pendidikan terkait modifikasi kegiatan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen di sekolah guna mengantisipasi potensi penyebaran COVID-19 jenis Omicron.
”Saya kira itu masukan baik, akan kami pertimbangkan,” ujar Wagub DKI Jakarta Ahmad Riza Patria kepada wartawan, Minggu, 16 Januari.
Di Jakarta, lanjut dia, setidaknya ada sekitar 10.429 sekolah dan sejauh ini tercatat ada 15 sekolah yang dilakukan penutupan sementara lantaran adanya temuan kasus COVID-19 pada tenaga pendidik ataupun siswanya.
Berikut ini data sekolah yang ditutup berserta temuan kasus Corona di masing-masing sekolah:
1. SDN Ceger 02 Pagi (3 peserta didik)
2. SDN Susukan 08 Pagi (1 peserta didik)
3. SDN Jati 01 Pagi (1 peserta didik)
4. SMP Islam Andalus (1 peserta didik)
5. SMP Labschool Kebayoran (1 pendidik)
6. SMPN 62 Jakarta (1 pendidik)
7. SMPN 252 Jakarta (1 peserta didik)
8. SMP Azhari Islamic School Rasuna (1 peserta didik)
9. SMAN 71 Jakarta (1 peserta didik)
10. SMA Labschool Kebayoran (2 peserta didik, 1 pendidik)
11. SMAN 20 Jakarta (1 peserta didik)
12. SMAN 6 Jakarta (1 peserta didik)
13. SMA Pelita 3 (1 peserta didik)
14. SMK Asisi (1 peserta didik)
15. SMKS Malaka Jakarta (1 peserta didik)
Meski begitu, kata Riza, kawasan Jakarta ini dinilai memenuhi syarat melaksanakan kegiatan PTM 100 persen terbatas.
”Syaratnya Provinsi PPKM di level 1 dan 2, lalu syarat (vaksin) tenaga pendidik dan kependidikan harus di atas 80 persen, lansia di atas 50 persen,” tuturnya.
Riza menyebutkan, di DKI Jakarta vaksinasi pada tenaga pendidik atau guru sudah mencapai di angka 91 persen, tenaga pendidiknya sudah mencapai 89 persen, lansia sudah lebih dari 71 persen, dan peserta didiknya pun sudah lebih dari 92 persen.
”Jadi, Jakarta memang memenuhi syarat 100 persen,” tegasnya.
Usulan Komnas Pendidikan: PTM 50 Persen, PJJ 50 Persen
Pengamat Pendidikan dari Komisi Nasional (Komnas) Pendidikan Andreas Tambah menilai, Pemerintah DKI Jakarta harus mengurangi kapasitas pelajar yang mengikuti pembelajaran tatap muka (PTM) di tengah merebaknya COVID-19 varian Omicron.
Andreas menyebut, idealnya sekolah kembali menerapkan metode blended learning atau pembelajaran campuran dengan komposisi 50 persen PTM dan 50 persen pembelajaran jarak jauh (PJJ) via online.
"Dalam situasi yang meningkat seperti ini perlu direm, pemerintah perlu mengambil suatu langkah misalnya di Jakarta (PPKM) sudah level sekian, mungkin harus berapa persen diturunkan (pelajar yang ikut PTM)," kata Andreas, Sabtu, 15 Januari.
BACA JUGA:
Andreas meminta, pemerintah agar tidak memaksakan menggelar PTM di tengah lonjakan Omicron seperti sekarang. Kata dia, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah harus bersifat fleksibel atau menyesuaikan kondisi riil di lapangan.
"Jangan memaksakan seperti DKI, awalnya 100 persen tetapi begitu ada COVID-19 merebak lagi tetap 100 persen. Nah itu kan nggak benar, (kebijakan) harus fleksibel," ujarnya.
Andreas mengatakan, pemerintah daerah nantinya dapat kembali menerapkan PTM 100 persen jika kasus sudah kembali mereda atau kebijakan PPKM sudah berada di level satu. Kata dia, surat keputusan bersama (SKB) empat menteri yang menjadi dasar terselenggaranya PJJ itu sebetulnya juga disusun ketika kasus COVID-19 mereda.
Adapun empat menteri yang meneken SKB itu adalah Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim; Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin; Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
“Apabila dipaksakan (menerapkan) SKB empat menteri saat ini memang punya risiko yang sangat tinggi, di tengah pandemi tetapi dia (pelajar) harus PTM 100 persen, karena semua yang ada di bawah itu berjalan berdasarkan SKB empat menteri dengan SOP-nya,” jelasnya.
Andreas juga menyoroti rendahnya kesadaran masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan 5M, terutama memakai masker.
"Masyarakat kita dengan kedisiplinan prokes di sekolah ini bertolak belakang. Di sekolah mereka menerapkan prokes yang bagus, tapi setelah di lingkungan rumah nggak ada tuh yang pakai masker," katanya.
Andreas bilang, sejauh ini prokes 5M yang diterapkan sekolah sangat baik, namun sikap ini berbanding terbalik ketika berada di lingkungan rumah.
"Kita juga harus melihat realitanya di luar (sekolah) bagaimana sih prokesnya. Jangan sampai lagi, begitu di sekolah ada yang terkena COVID-19 yang disalahin sekolah, itu juga nggak fair (adil)," imbuhnya.